Rabu, 23 November 2011
Senin, 23 Mei 2011
Obstetri dan Ginekologi
Tuesday, January 12, 2010 10:21 AM2. 1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.
Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (9).
2. 2 Klasifikasi
a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta :
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan
1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter
3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu (2,7):
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
2. 3 Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
• Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
• Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
• Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara (15,16). Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium
4. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5).
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% (12).
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya (17). Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12)
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya (3,8,12,18).
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
2. 4 Patogenesis.
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat (3,5).
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
2. 5 Diagnosis
Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)
1. Perdarahan pervaginam 78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66
3. Gawat janin 60
4. Persalinan prematur idiopatik 22
5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17
6. Uterus hipertonik 17
7. Kematian janin 15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
• Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
• Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .
• Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
• Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
• Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi
• Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
• Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
• Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi
• Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
• Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
• Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
• Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
5. Pemeriksaan dalam
• Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
• Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.
• Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum
• Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium
• Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
• Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan plasenta (13).
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta
2. 6 Terapi
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (2).
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan (4,22).
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4, 20).
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
.Wednesday, November 04, 2009 9:50 AMDefenisi Statistika
Gottfried Achenwall (1749) menggunakan Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama kalinya sebagai nama bagi kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya sebagai "ilmu tentang negara (state)". Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti menjadi "ilmu mengenai pengumpulan dan klasifikasi data". Sir John Sinclair memperkenalkan nama (Statistics) dan pengertian ini ke dalam bahasa Inggris. Jadi, statistika secara prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai lembaga-lembaga administratif dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut, khususnya melalui sensus yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi kependudukan yang berubah setiap saat.
statistika (Statistics) adalah Ilmu yang antara lain mempelajari cara-cara menetukan suatu penduga bagi suatu parameter, serta kemudian bertugas mengambil kesimpulan mengenai nilai parameter tersebut berasarkan nilai penduga yang didapat. (Andi Hakim, Rambe, 1993)
Statistika adalah Metode, ilmu dan atau seni yang berkaitan dengan tata cara pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil analisis untuk disimpulkan serta pelaksanaan perkiraan pada batas-batas yang masih dibenarkan. (Solimun, 1997)
Menurut Torrie (1993) Statistika adalah ilmu pengetahuan murni dan terapan, mengenai penciptaan, pengembangan dan penerapan teknik-teknik sedemikian rupa sehingga ketidakpastian inferesia induktif dapat dievaluasi (diperhitungkan)
Peranan Statistika Dalam penelitian
Penelitian atau penyelidikan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan sitematis dan teliti, dengan tujuan mendapatkan pengetahuan baru atau mendapatkan susunan dan tafsiran yang baru dari pengetahuan yang telah ada, di mana sikap orang yang bertindak itu harus kritis dan prosedur yang digunakan harus lengkap (Daniel,M.2002).
Santoso (2005) mengatakan, pemilihan uji statistik dilakukan setelah tujuan penelitian dirumuskan secara tepat, sederhana, dan jelas. Apakah penelitian yang dibuat bertujuan untuk identifikasi variable, membedakan distribusi, ataukah mencari hubungan dan pengaruh antar variable. Apabila tujuan penelitian hanyalah identifikasi variabel, cukup digunakan statistik deskriptif. Untuk penelitian yang bertujuan membedakan sesuatu distribusi digunakan uji signifikasi (misalnya t-test, anova, manova, chi-square). Penelitian yang bertujuan untuk mengukur pengaruh antara variabel digunakan uji regresi, (Santoso, 2005).
Lebih lanjut Santoso mengatakan, apabila distribusinya normal, digunakan statistik parametrik, apabila distribusinya tidak normal digunakan statistik non-parametrik. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui normalitas suatu obyek penelitian, yaitu:
1. cara pengambilan sampel. Distribusi suatu obyek diharapkan normal bila sampel diambil secara random dan besar sampel dihitung secara statistik berdasarkan besar populasi.
2. Menghitung mean dan standart deviasi (SD) suatu obyek pada distribusi normal harga SD pada umumnya tidak lebih besar 50 persen dari harga mean.
3. Uji normalitas. Cara sederhana adalah dengan membuat histogram, dievaluasi bentuk distribusinya (simetris atau menceng), atau gunakan statistik kolmogorov smirnov.
Pada pemilihan uji statistik yang menjadi pertimbangannya adalah jenis skala datanya, apakah interval, rasio, nominal atau ordinal. Secara praktis antara skala interval dan rasio digunakan uji statistik yang tidak berbeda. Apabila penelitian bertujuan membedakan antara berbagai variabel (uji signifikansi), dengan distribusi normal, dan skala datanya interval/rasio, maka gunakan statistik parametrik. Pada penggunaan praktis, untuk uji sifnifikansi membutuhkan sampel cukup besar (>30 unit). Walaupun distribusi normal, tetapi skala datanya interval/rasio gunakan saja statistik parametrik.
Disadari atau tidak, statistik telah banyak digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Pernyataan-pernyataan seperti: tiap bulan habis Rp.50.000 untuk keperluan rumah tangga, ada 60 persen penduduk yang memerlukan memerlukan perumahan, setiap hari terjadi 13 kecelakaan kendaraan di Jawa Barat, hasil padi musim panen mendatang diperkirakan 50 kuintal tiap hektar dan 10 persen anak-anak SD mengalami putus sekolah tiap tahun.
Dalam proses pembangunan yang dilakukan di Negara kita. Data statistik bisa digunakan untuk menilai hasil pembangunan masa lalu dan untuk membuat peramalan atau perencanaan di masa mendatang. Dari data-data yang ditunjukkan dalam angka statistik, juga digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan-keputusan yang perlu diambil untuk masa yang akan datang.
Dunia penelitian atau riset, dimanapun dilakukan, bukan saja telah mendapat manfaat yang baik dari statistika tetapi sering harus menggunakannya. Untuk mengetahui apakah cara yang baru ditemukan lebih baik daripada cara lama, melelui riset yang dilakukan dilaboratorium, atau penelitian yang dilakukan di lapangan, perlu diadakan penilaian dengan statistika.
Statistika juga telah cukup mampu untuk menentukan apakah faktor yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi faktor lainnya. Kalau ada hubungan antara faktor-faktor, berapa kuat adanya hubungan tersebut? Bisakah kita meninggalkan faktor yang satu dan hanya memperhatikan faktor lainnya untuk keperluan studi lebih lanjut.
Populasi
Secara ringkas, populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian, yaitu a set (or collection) of all elements possessing one or more attributes interests. Jadi setiap anggota populasi harus mempunyai karakteristik tertentu yang sama yang akan diteliti. Contoh populasi penelitian adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007, atau seluruh karyawan tetap pada perusahaan X, seluruh siswa sekolah X tahun ajaran 2007, atau seluruh pengguna sabun X di Kota Y dan sebagainya.
Hasil penelitian diharapkan dapat mewakili keseluruhan populasi penelitian yang telah ditetapkan di awal penelitian. Berbagai asumsi harus dipenuhi agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan terhadap keseluruhan populasi penelitian. Beberapa asumsi statistik yang diperlukan misalnya normalitas data atau uji non response bias.
Untuk populasi dengan jumlah anggota populasi yang besar, maka dapat dilakukan penelitian terhadap sebagian dari anggota populasi tersebut, tetapi masih mempunyai ciri atau karakteristik yang mampu mewakili keseluruhan populasi penelitian tersebut. Sebagian anggota populasi tersebut sering disebut sampel yang dipilih atau ditentukan dengan berbagai metode ilmiah yang ada.
Sampel
Sampel adalah sebagian (cuplikan) dari populasi yang masih mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi dan mampu mewakili keseluruhan populasi penelitian. Sampel dipergunakan ketika jumlah seluruh anggota populasi terlalu banyak sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap populasi secara keseluruhan, misalnya populasi penelitian adalah masyarakat pada suatu kota tertentu. Sampel juga digunakan ketika jumlah populasi secara keseluruhan tidak dapat ditentukan secara pasti, misalnya populasi pengguna produk tertentu pada suatu kota.
Persyaratan utama adalah bahwa sampel harus mampu mewakili populasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, penentuan jumlah sampel dan pengambilan sampel penelitian harus ditentukan secara sistematis agar benar-benar mampu mewakili populasi secara keseluruhan. Secara garis besar, metode penentuan jumlah sampel terdiri dari dua ciri, yaitu metode acak (random sampling) dan tidak acak (non random sampling). Metode acak adalah memberikan kesempatan kepada seluruh populasi penelitian untuk menjadi sampel penelitian tanpa melihat struktur atau karakteristik tertentu. Metode non random sampling dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada populasi dengan ciri atau karakteristik tertentu untuk menjadi sampel penelitian, di mana ciri dan karakteristik tersebut harus dikaitkan dengan tujuan penelitian.
Sebagai ilustrasi penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa rasio keuangan terhadap harga saham. Maka beberapa kriteria yang dapat diambil untuk penentuan non random sampling misalnya: Perusahaan tidak mengeluarkan kebijakan selama periode penelitian. Kriteria ini diambil karena kebijakan perusahaan dapat secara langsung merubah harga saham tanpa melihat ada atau tidaknya pengaruh dari rasio keuangan. Kebijakan tersebut misalnya stock split, merger dan akuisisi, right issue atau kebijakan yang lain. Selain itu masih dapat diberikan kriteria-kriteria yang lain yang mendukung pelaksanaan penelitian, misalnya ketersediaan data.
Daftar Pustaka
www.google.com
Daniel Moehar, 2002. Metode Penelitian Sosial ekonomi. Bumi Aksara, Jakarta
Kusmayadi, 2004, Statistika Pariwisata Deskriptif. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Nawawi Hadari (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press
Nazir Moh., 1985. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta
Santoso Gempur. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta
Riduan, 2004. Metode & Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta, Bandung
Sudjana, 2002. Metode Statistika. Tarsito, Bandung 2002Wednesday, October 28, 2009 9:26 AMSTANDAR PENAMPILAN MINIMAL
STANDAR
Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.
Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:
• Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
• Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
• Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).
Berdasarkan batasan tersebut di atas sekalipun rumusannya berbeda, namun terkandung pengertian yang sama, yaitu menunjuk pada tingkat ideal yang diinginkan. Lazimnya tingkat ideal tersebut tidak disusun terlalu kaku, namun dalam bentuk minimal dan maksimal (range). Penyimpangan yang terjadi tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut toleransi (tolerance). Sedangkan untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan maka disusunlah protokol.
Adapun yang dimaksud dengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan.Jenis standar sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat dalam unsur-unsur rogram menjaga mutu, dan peranan yang dimiliki tersebut. Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan :
1) Standar persyaratan minimal
Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang dibedakan dalam :
a) Standar masukan
Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi tenaga pelaksana sarana,peralatan, dana (modal).
b) Standar lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu yakni garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta sistim manajemen,yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.
c) Standar proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis, keperawatan dan non medis (standard of conduct), karena baik dan tidaknya mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses.
2) Standar penampilan minimal
Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini karena menunjuk pada unsur keluaran maka sering disebut dengan standar keluaran atau standar penampilan (Standard of Performance).
Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas kewajaran, maka perlu ditetapkan standar keluaran.Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera diperbaiki. Dalam pelaksanaannya pemantauan standar-standar tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki, maka perlu disusun prioritas.
INDIKATOR
Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator,makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan.Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi :
1) Indikator persyaratan minimal
Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran berada di bawah indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
2) Indikator penampilan minimal
Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering disebut indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu.
Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui (diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).
KRITERIA
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran. Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.
BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)
Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga jenis :
1) Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)
Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization),perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation).
2) Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
3) Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance)
Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue
review, survei klien dan lain-lain.
METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU
Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda sesuai kebutuhan.
Metoda yang digunakan adalah :
1) Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.
2) Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
3) Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.
4) Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien.Wednesday, October 28, 2009 9:22 AMMENJAGA MUTU( Quality Assurance)
Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya, namun pada akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi kesehatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat memperkecil timbulnya berbagai risiko karena penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance Program).
MUTU
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
PROGRAM MENJAGA MUTU.
1. Pengertian.
Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:
a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).
b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988).
c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988).
d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
2. Tujuan.
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tujuan antara.
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
b. Tujuan akhir.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
3. Manfaat.
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan .
4. Syarat.
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti.
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan, karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi.
Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan ?. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas, menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam:
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient relationship).
b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill).
e. Efektifitas pelayanan (Effectives).
f. Keamanan tindakan (Safety).
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan . Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai:
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).
b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).
c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).
d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).
e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).
f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable).
g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).
h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).
UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.
Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
Unsur masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce 1990).
Unsur lingkungan
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
Unsur proses
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).
STANDAR
Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.
Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:
Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).
Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan :
1) Standar persyaratan minimal
2) Standar penampilan minimal
BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)
Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU
Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda sesuai kebutuhan.
Metoda yang digunakan adalah :
1. Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.
2. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
3. Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.
4. Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien
Tuesday, January 12, 2010 10:21 AM2. 1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.
Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (9).
2. 2 Klasifikasi
a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta :
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan
1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter
3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu (2,7):
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
2. 3 Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
• Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
• Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
• Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara (15,16). Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium
4. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5).
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% (12).
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya (17). Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12)
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya (3,8,12,18).
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
2. 4 Patogenesis.
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat (3,5).
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
2. 5 Diagnosis
Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)
1. Perdarahan pervaginam 78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66
3. Gawat janin 60
4. Persalinan prematur idiopatik 22
5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17
6. Uterus hipertonik 17
7. Kematian janin 15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
• Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
• Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .
• Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
• Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
• Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi
• Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
• Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
• Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi
• Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
• Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
• Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
• Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
5. Pemeriksaan dalam
• Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
• Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.
• Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum
• Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium
• Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
• Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan plasenta (13).
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta
2. 6 Terapi
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (2).
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan (4,22).
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4, 20).
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
.Wednesday, November 04, 2009 9:50 AMDefenisi Statistika
Gottfried Achenwall (1749) menggunakan Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama kalinya sebagai nama bagi kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya sebagai "ilmu tentang negara (state)". Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti menjadi "ilmu mengenai pengumpulan dan klasifikasi data". Sir John Sinclair memperkenalkan nama (Statistics) dan pengertian ini ke dalam bahasa Inggris. Jadi, statistika secara prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai lembaga-lembaga administratif dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut, khususnya melalui sensus yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi kependudukan yang berubah setiap saat.
statistika (Statistics) adalah Ilmu yang antara lain mempelajari cara-cara menetukan suatu penduga bagi suatu parameter, serta kemudian bertugas mengambil kesimpulan mengenai nilai parameter tersebut berasarkan nilai penduga yang didapat. (Andi Hakim, Rambe, 1993)
Statistika adalah Metode, ilmu dan atau seni yang berkaitan dengan tata cara pengumpulan data, analisis data, interpretasi hasil analisis untuk disimpulkan serta pelaksanaan perkiraan pada batas-batas yang masih dibenarkan. (Solimun, 1997)
Menurut Torrie (1993) Statistika adalah ilmu pengetahuan murni dan terapan, mengenai penciptaan, pengembangan dan penerapan teknik-teknik sedemikian rupa sehingga ketidakpastian inferesia induktif dapat dievaluasi (diperhitungkan)
Peranan Statistika Dalam penelitian
Penelitian atau penyelidikan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan sitematis dan teliti, dengan tujuan mendapatkan pengetahuan baru atau mendapatkan susunan dan tafsiran yang baru dari pengetahuan yang telah ada, di mana sikap orang yang bertindak itu harus kritis dan prosedur yang digunakan harus lengkap (Daniel,M.2002).
Santoso (2005) mengatakan, pemilihan uji statistik dilakukan setelah tujuan penelitian dirumuskan secara tepat, sederhana, dan jelas. Apakah penelitian yang dibuat bertujuan untuk identifikasi variable, membedakan distribusi, ataukah mencari hubungan dan pengaruh antar variable. Apabila tujuan penelitian hanyalah identifikasi variabel, cukup digunakan statistik deskriptif. Untuk penelitian yang bertujuan membedakan sesuatu distribusi digunakan uji signifikasi (misalnya t-test, anova, manova, chi-square). Penelitian yang bertujuan untuk mengukur pengaruh antara variabel digunakan uji regresi, (Santoso, 2005).
Lebih lanjut Santoso mengatakan, apabila distribusinya normal, digunakan statistik parametrik, apabila distribusinya tidak normal digunakan statistik non-parametrik. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui normalitas suatu obyek penelitian, yaitu:
1. cara pengambilan sampel. Distribusi suatu obyek diharapkan normal bila sampel diambil secara random dan besar sampel dihitung secara statistik berdasarkan besar populasi.
2. Menghitung mean dan standart deviasi (SD) suatu obyek pada distribusi normal harga SD pada umumnya tidak lebih besar 50 persen dari harga mean.
3. Uji normalitas. Cara sederhana adalah dengan membuat histogram, dievaluasi bentuk distribusinya (simetris atau menceng), atau gunakan statistik kolmogorov smirnov.
Pada pemilihan uji statistik yang menjadi pertimbangannya adalah jenis skala datanya, apakah interval, rasio, nominal atau ordinal. Secara praktis antara skala interval dan rasio digunakan uji statistik yang tidak berbeda. Apabila penelitian bertujuan membedakan antara berbagai variabel (uji signifikansi), dengan distribusi normal, dan skala datanya interval/rasio, maka gunakan statistik parametrik. Pada penggunaan praktis, untuk uji sifnifikansi membutuhkan sampel cukup besar (>30 unit). Walaupun distribusi normal, tetapi skala datanya interval/rasio gunakan saja statistik parametrik.
Disadari atau tidak, statistik telah banyak digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Pernyataan-pernyataan seperti: tiap bulan habis Rp.50.000 untuk keperluan rumah tangga, ada 60 persen penduduk yang memerlukan memerlukan perumahan, setiap hari terjadi 13 kecelakaan kendaraan di Jawa Barat, hasil padi musim panen mendatang diperkirakan 50 kuintal tiap hektar dan 10 persen anak-anak SD mengalami putus sekolah tiap tahun.
Dalam proses pembangunan yang dilakukan di Negara kita. Data statistik bisa digunakan untuk menilai hasil pembangunan masa lalu dan untuk membuat peramalan atau perencanaan di masa mendatang. Dari data-data yang ditunjukkan dalam angka statistik, juga digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan-keputusan yang perlu diambil untuk masa yang akan datang.
Dunia penelitian atau riset, dimanapun dilakukan, bukan saja telah mendapat manfaat yang baik dari statistika tetapi sering harus menggunakannya. Untuk mengetahui apakah cara yang baru ditemukan lebih baik daripada cara lama, melelui riset yang dilakukan dilaboratorium, atau penelitian yang dilakukan di lapangan, perlu diadakan penilaian dengan statistika.
Statistika juga telah cukup mampu untuk menentukan apakah faktor yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi faktor lainnya. Kalau ada hubungan antara faktor-faktor, berapa kuat adanya hubungan tersebut? Bisakah kita meninggalkan faktor yang satu dan hanya memperhatikan faktor lainnya untuk keperluan studi lebih lanjut.
Populasi
Secara ringkas, populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian, yaitu a set (or collection) of all elements possessing one or more attributes interests. Jadi setiap anggota populasi harus mempunyai karakteristik tertentu yang sama yang akan diteliti. Contoh populasi penelitian adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007, atau seluruh karyawan tetap pada perusahaan X, seluruh siswa sekolah X tahun ajaran 2007, atau seluruh pengguna sabun X di Kota Y dan sebagainya.
Hasil penelitian diharapkan dapat mewakili keseluruhan populasi penelitian yang telah ditetapkan di awal penelitian. Berbagai asumsi harus dipenuhi agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan terhadap keseluruhan populasi penelitian. Beberapa asumsi statistik yang diperlukan misalnya normalitas data atau uji non response bias.
Untuk populasi dengan jumlah anggota populasi yang besar, maka dapat dilakukan penelitian terhadap sebagian dari anggota populasi tersebut, tetapi masih mempunyai ciri atau karakteristik yang mampu mewakili keseluruhan populasi penelitian tersebut. Sebagian anggota populasi tersebut sering disebut sampel yang dipilih atau ditentukan dengan berbagai metode ilmiah yang ada.
Sampel
Sampel adalah sebagian (cuplikan) dari populasi yang masih mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi dan mampu mewakili keseluruhan populasi penelitian. Sampel dipergunakan ketika jumlah seluruh anggota populasi terlalu banyak sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap populasi secara keseluruhan, misalnya populasi penelitian adalah masyarakat pada suatu kota tertentu. Sampel juga digunakan ketika jumlah populasi secara keseluruhan tidak dapat ditentukan secara pasti, misalnya populasi pengguna produk tertentu pada suatu kota.
Persyaratan utama adalah bahwa sampel harus mampu mewakili populasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, penentuan jumlah sampel dan pengambilan sampel penelitian harus ditentukan secara sistematis agar benar-benar mampu mewakili populasi secara keseluruhan. Secara garis besar, metode penentuan jumlah sampel terdiri dari dua ciri, yaitu metode acak (random sampling) dan tidak acak (non random sampling). Metode acak adalah memberikan kesempatan kepada seluruh populasi penelitian untuk menjadi sampel penelitian tanpa melihat struktur atau karakteristik tertentu. Metode non random sampling dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada populasi dengan ciri atau karakteristik tertentu untuk menjadi sampel penelitian, di mana ciri dan karakteristik tersebut harus dikaitkan dengan tujuan penelitian.
Sebagai ilustrasi penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa rasio keuangan terhadap harga saham. Maka beberapa kriteria yang dapat diambil untuk penentuan non random sampling misalnya: Perusahaan tidak mengeluarkan kebijakan selama periode penelitian. Kriteria ini diambil karena kebijakan perusahaan dapat secara langsung merubah harga saham tanpa melihat ada atau tidaknya pengaruh dari rasio keuangan. Kebijakan tersebut misalnya stock split, merger dan akuisisi, right issue atau kebijakan yang lain. Selain itu masih dapat diberikan kriteria-kriteria yang lain yang mendukung pelaksanaan penelitian, misalnya ketersediaan data.
Daftar Pustaka
www.google.com
Daniel Moehar, 2002. Metode Penelitian Sosial ekonomi. Bumi Aksara, Jakarta
Kusmayadi, 2004, Statistika Pariwisata Deskriptif. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Nawawi Hadari (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press
Nazir Moh., 1985. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta
Santoso Gempur. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta
Riduan, 2004. Metode & Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta, Bandung
Sudjana, 2002. Metode Statistika. Tarsito, Bandung 2002Wednesday, October 28, 2009 9:26 AMSTANDAR PENAMPILAN MINIMAL
STANDAR
Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.
Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:
• Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
• Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
• Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).
Berdasarkan batasan tersebut di atas sekalipun rumusannya berbeda, namun terkandung pengertian yang sama, yaitu menunjuk pada tingkat ideal yang diinginkan. Lazimnya tingkat ideal tersebut tidak disusun terlalu kaku, namun dalam bentuk minimal dan maksimal (range). Penyimpangan yang terjadi tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut toleransi (tolerance). Sedangkan untuk memandu para pelaksana program menjaga mutu agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan maka disusunlah protokol.
Adapun yang dimaksud dengan protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistimatis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.Makin dipatuhi protokol tersebut, makin tercapai standar yang telah ditetapkan.Jenis standar sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat dalam unsur-unsur rogram menjaga mutu, dan peranan yang dimiliki tersebut. Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan :
1) Standar persyaratan minimal
Adalah yang rnenunjuk pada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang dibedakan dalam :
a) Standar masukan
Dalam standar masukan yang diperlukan untuk minimal terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi/spesifikasi tenaga pelaksana sarana,peralatan, dana (modal).
b) Standar lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu yakni garis-garis besar kebijakan program, pola organisasi serta sistim manajemen,yang harus dipatuhi oleh semua pelaksana.
c) Standar proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yakni tindakan medis, keperawatan dan non medis (standard of conduct), karena baik dan tidaknya mutu pelayanan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses.
2) Standar penampilan minimal
Yang dimaksud dengan standar penampilan minimal adalah yang menunjuk pada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini karena menunjuk pada unsur keluaran maka sering disebut dengan standar keluaran atau standar penampilan (Standard of Performance).
Untuk mengetahui apakah mutu pelayanan yang diselenggarakan masih dalam batas-batas kewajaran, maka perlu ditetapkan standar keluaran.Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka keempat standar tersebut perlu dipantau, dan dinilai secara obyektif serta berkesinambungan. Bila ditemukan penyimpangan,perlu segera diperbaiki. Dalam pelaksanaannya pemantauan standar-standar tersebut tergantung kemampuan yang dimiliki, maka perlu disusun prioritas.
INDIKATOR
Untuk mengukur tercapai tidaknya standar yang telah ditetapkan,maka digunakan indikator (tolok ukur), yaitu yang menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan.Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator,makin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan.Sesuai dengan jenis standar dalam program menjaga mutu, maka indikatorpun dibedakan menjadi :
1) Indikator persyaratan minimal
Yaitu indikator persyaratan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan, lingkungan dan proses. Apabila hasil pengukuran berada di bawah indikator yang telah ditetapkan pasti akan besar pengaruhnya terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
2) Indikator penampilan minimal
Yaitu indikator penampilan minimal yang menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal yang diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini sering disebut indikator keluaran. Apabila hasil pengukuran terhadap standar penampilan berada di bawah indikator keluaran maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tidak bermutu.
Berdasarkan uraian di atas mudah dipahami, apabila ingin diketahui (diukur) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab), maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi apabila yang ingin diketahui adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan).
KRITERIA
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria dari standar yang telah ditetapkan, baik unsur masukan, lingkungan, proses ataupun keluaran. Berdasarkan uraian di atas mutu pelayanan kesehatan suatu fasilitas pemberi jasa dapat diukur dengan memantau dan menilai indikator, kriteria dan standar yang terbukti sahih dan relevan dengan : masukan, lingkungan, proses dan keluaran.
BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)
Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga jenis :
1) Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)
Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.
Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization),perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation).
2) Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
3) Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance)
Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan.
Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue
review, survei klien dan lain-lain.
METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU
Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda sesuai kebutuhan.
Metoda yang digunakan adalah :
1) Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.
2) Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
3) Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.
4) Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien.Wednesday, October 28, 2009 9:22 AMMENJAGA MUTU( Quality Assurance)
Rumah sakit dan puskesmas sebagai unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care.
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya, namun pada akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi kesehatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat memperkecil timbulnya berbagai risiko karena penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance Program).
MUTU
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (ASQC dalam Wijoyo, 1999).
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984).
PROGRAM MENJAGA MUTU.
1. Pengertian.
Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah:
a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).
b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut (Ruels & Frank, 1988).
c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan (The American Hospital Association, 1988).
d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).
Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut.
2. Tujuan.
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tujuan antara.
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
b. Tujuan akhir.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
3. Manfaat.
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan .
4. Syarat.
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti.
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat diupayakan, karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan-rumusan standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi.
Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan ?. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas, menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam:
1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai:
a. Hubungan tenaga kesehatan/perawat-pasien (Nurse-patient relationship).
b. Kenyamanan pelayanan (Amenitis).
c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice).
d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill).
e. Efektifitas pelayanan (Effectives).
f. Keamanan tindakan (Safety).
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan . Suatu pelayanan kesehatan disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa ukuran-ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai:
a. Ketersediaan pelayanan kesehatan (Available).
b. Kewajaran pelayanan kesehatan (Appropriate).
c. Kesinambungan pelayanan kesehatan (Continue).
d. Penerimaan pelayanan kesehatan (Acceptable).
e. Ketercapaian pelayanan kesehatan (Accesible).
f. Keterjangkauan pelayanan kesehatan (Affordable).
g. Efesiensi pelayanan kesehatan (Efficient).
h. Mutu pelayanan kesehatan (Quality).
UNSUR-UNSUR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya.
Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
Unsur masukan
Unsur masukan (input) adalah tenaga, dana dan sarana fisik, perlengkapan serta peralatan. Secara umum disebutkan bahwa apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standardofpersonnel and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Bruce 1990).
Unsur lingkungan
Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah kebijakan,organisasi, manajemen. Secara umum disebutkan apabila kebijakan,organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan atau tidak bersifat mendukung, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan.
Unsur proses
Yang dimaksud dengan unsur proses adalah tindakan medis,keperawatan atau non medis. Secara umum disebutkan apabila tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standard of conduct), maka sulitlah diharapkan mutu pelayanan menjadi baik (Pena, 1984).
STANDAR
Program menjaga mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah,menetapkan masalah, menetapkan cara penyelesaian masalah,menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu.
Pengertian standar itu sendiri sangat beragam, di antaranya:
Standar adalah sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Practice Guideline, 1990).
Secara umum standar program menjaga mutu dapat dibedakan :
1) Standar persyaratan minimal
2) Standar penampilan minimal
BENTUK PROGRAM MENJAGA MUTU (QUALITY ASSURANCE)
Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
METODA YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM MENJAGA MUTU
Untuk mengukur dan menilai mutu asuhan dilaksanakan melalui berbagai metoda sesuai kebutuhan.
Metoda yang digunakan adalah :
1. Audit adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.
2. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
3. Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.
4. Observasi terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN PLASENTA PREVIA TOTALIS TERHADAP Ny. N DI RB. BUAH HATI SEMARANG TAHUN 2009
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN PLASENTA PREVIA TOTALIS TERHADAP Ny. N DI RB. BUAH HATI SEMARANG TAHUN 2009:
LANDASAN TEORI
I. Pengertian
Menurut De Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5:
1. Plasenta previa sentralis (totalis)
Adalah bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
2. Plasenta precia lateralis
Adalah bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan di tutupi oleh plasenta
Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat:
1. Plasenta previa totalis
Adalah seluruh osatium ditutupi plasenta
2. Plasenta previa partialis
Adalah sebagian ditutupi plasenta
3. Plasenta letak rendah
Adalah tepi plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba
Menurut broune:
1. Tingkat 1: lateral Plasenta previa
Adalah pinggir bawah Plasenta berisi sampai kesegmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan
2. Tingkat 2: margina Plasenta previa
Adalah plasenta mencapai pinggir pembukaan
3. Tingkat 3: complete Plasenta previa
Adalah plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap
4. Tingkat 4: center Plasenta previa
Adalah plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap
Plasenta previa
Adalah keadaan dimana Plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
(dikutip dari Prof. Dr. Rustam Moctar MPH., 1998. Jakarta)
II. Etiologi
Menurut Prof. Dr. Rustam Moctar MPH., 1998. Jakarta, beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan kekerapan terjadi plasenta previa, yaitu:
1. Paritas
Makin banyak paritas ibu, makin besar kemungkinan mengalami plasenta previa
2. Usia ibu pada saat hamil
Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih seding dari pada umur di bawah 25 tahun
3. Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda
4. Endometrium
Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan mual plasenta
5. Korpus luteum bereaksi lambat
Dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepasi
6. Tumor-tumor
Seperti mioma uter, polip endometrium
7. Kadang- kadang pada malposisi
III. Tanda dan Gejala
Menurut Departemen Kesehatan RI 1996. Jakarta
Gejala utama
Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama.
Gambaran klinik
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak perdarahan yang terjadi pertama kali, biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang
4. Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin letak lintang atau letak sungsang
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan
IV. Diagnosis
Menurut Prof. Dr. Rudstam Mochtar MPH. 1998 Jakarta.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan:
1. Anamnesis
a. Gejala pertama yang membawa si sakit ke dokter atau rumah sakit ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjutan (trimester III)
b. Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan perulang (recurrent), kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur, pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah di penuhi dengan dara. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dari yang sebelumnya. Sebab dari perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek yang disebabkan oleh:
1) Terbentuknya segmen bawah rahim
2) Terbentuknya ostium atau oleh malipulasi intravaginal atau raktal
2. Inspeksi
a. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak, sedikit darah beku dan sebagainya
b. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat / anemis.
3. Palpasi abdomen
a. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
b. Sering di jumpai kesalahan letak
c. Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau menggolak di atas pintu atas pinggul
d. Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
4. Pemeriksaan inspekula
Dengan memakai spekulum secara hati-hati dilihat dari mana asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah dan lain-lain.
5. Pemeriksaan radio-isotop
a. Plasentografi jaringan lunak
Yaitu membuat foto dengan sinar roentgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta.
b. Sitrografi
Kosongkan kandung kemih, lalu dimasukkan 40cc larutan NaCl 12,5 , kepala janin di tekan kearah pintu atas panggul lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan plasenta previa
c. Plasentografi indirik
Yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior, dengan cara menghitung antara jarak kepala-simfisis dan kepala promotorium
d. Arteriografi
Dengan memasukkan zat kontras kedalam arteri femoralis, karena plasenta sangat akan pembuluh darah maka ia akan banyak menyerap zat kontras.
e. Aminografi
Dengan memasukkan zat kontras kedalam rongga amnion, lalu di buat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kosong di luar janin dalam rongga rahim
f. Radio isotop plasentografi
Dengan menyuntikan zat radio aktif RISA (Radio Iodinateol Serum Albumin) decara intra vena, lalu diikuti dengan detektor GMC
g. Ultrasonografi
Cara ini sangat terapi dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin
6. Pemeriksaan dalam
Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh di bidang abstetrik untuk diagnosis plasenta previa, walaupun ampuh namun kita harus berhati-hati, karena bahayanya juga sangat besar.
a. Bahaya pemeriksaan dalam
1. Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
2. Terjadi infeksi
3. Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
b. Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam
1. Pasang infus dan persiapan donor darah
2. Pemeriksaan dilakukan di kamar bedah, dengan fasilitas operasi lengkap
3. Pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut
4. Jangan langsung masuk ke dalam kanalis servikasi, tetapi raba dulu bantalan antara janin dan kepala janin pada forniks.
5. Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan
c. Kegunaan pemeriksaan dalam
1. Menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh plasenta previa atau oleh sebab-sebab lain:
2. Menentukan jenis klasifikasi plasenta previa, supaya dapat diambil sikap dan tindakan yang tepat.
d. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
1. Perdarahan banyak, lebih dari 500cc
2. Perdarahan yang sudah berulang-ulang
3. perdarahan sekali, banyak, dan Hb dibawah 8gr% kecuali persiapan darah ada.
4. His telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim.
V. Pemantauan Pada Ibu dan Janin
Menurut Vicky Chapman, 2006, Jakarta
1. Tanda vital
Pantau dengan ketat tanda vital ibu, takikardia biasanya tanda pertama gangguan janin karena kehilangan darah.
2. Infus intravena
Untuk mengganti cairan, pastikan cairan IV berjalan lancar, dokter mungkin mempertimbangkan pemberian produk darah
3. Pengukuran kehilangan darah
Gantilah dan amankan balutan yang basah dengan bijaksana namun pastikan privasi ibu saat melakukannya, jagalah perbandingan yang selalu diperbaharui kehilangan darah dan perkiraan terukur pada kartu cairan.
4. Kemungkinan diperlukan anestesi
Pastikan bahwa dokter telah di beri informasi dan dapat mengkaji situasi ibu tentang kemungkinan memerlukan anestesi berikut juga antasida / atau penghambat ion hidrogen reguler karena anestesi berikan juga antasida/ penghambat ion hidrogen reguler karena anetesia darurat mungkin di periksa.
5. Pantau denyut jantung janin
Perubahan DJJ mendadak atau abnormal (seperti peningkatan takikardi) bisa menunjukkan adanya gangguan yang disebabkan oleh kehilangan darah berat. Lakukan respon segera terhadap pola abnormal.
VI. Pengaruh Plasenta Terhadap Kehamilan (menurut dari Prof. Dr. Rustam Moctar MPH. 1998 Jakarta)
Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir kedalam pintu atas panggul. Sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin.
Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulan darah pada serviks. Selain itu, jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his, juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam.
VII. Penanganan
1. Penanganan pasif menurut Prof. Sarwono Prawiroharjo, Sp 06. 1997. Jakarta)
a. Perhatian
Tiap-tiap perdarahan dari ketiga yang lebih dari show, harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi
b. Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartum kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat janin dibawah 2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika. Progestin atau progesteron observasilah dengan teliti.
c. Sambil mengawasi periksalah golongan darah, dan siapkan donor untuk tranfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
d. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa rujuk segera ke rumah sakit dimana terdapat fasilitas operasi dan tranfusi darah.
e. Bila kekurangan darah, berikanlah tranfusi darah dan obat-obatan penambah darah.
2. Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :
a. Jenis plasenta previa
b. Perdarahan : banyak atau sedikit tetapi berulang-ulang
c. Keadaan umum ibu hamil
d. Keadaan janin : hidup, gawat atau meninggal
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas atau jumlah anak hidup
VIII. Penanganan plasenta previa sentralis (totalis)
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar MPH, 1998, Jakarta)
a. Untuk menghindari perdarahan yang banyak, maka pada plasenta previa sentralis dengan janin hidup atau meninggal, tindakan yang paling baik adalah seksio sesarea.
b. Persalinan perabdominal dengan seksio sesarea.
Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa :
1. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
2. Semua plasenta previa lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
3. Semua plasenta previa dengan tindakan tindakan-tindakan yang ada.
4. Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang perdarahan pada bekas insersi plasenta kadang-kadang berlebihan dan tindakan dapat diatas dengan cara-cara yang ada.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN
PLASENTA PREVIA TOTALIS TERHADAP Ny. N
DI RB. BUAH HATI
TAHUN 2009
I. PENGUMPULAN DATA DASAR
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Istri : Ny N Nama Istri : Tn. J
Umur : 37 Tahun Umur : 40 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wirasuasta
Suku : Jawa Suku : Palembang
Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang
B. Anamnesia pada tanggal 15 Oktober 2009 pukul: 08.00 WIB
1. Alasan kunjungan saat ini
Ibu mengatakan hamil anak ke-2 usia kehamilan 8 bulan ibu mengeluh ada pengeluaran darah pervaginam dua kain basah, secara tiba-tiba.
2. Riwayat haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 tahun
Banyaknya : 2-3 x ganti pembalut
Lamanya : 7-8 hari
Sifat darah : merah, encer, bercampur gumpalan
HPHT : 5 Maret 2009
TP : 12 Desember 2009
3. Riwayat perkawinan
Ibu menikah 1 kali, status perkawinan syah sebagai istri pertama, usia pernikahan 1 tahun, usia saat menikah 20 tahun lama perkawinan 17 tahun
4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
No. Tgl./ Th. Lahir Usia kehamilan Jenis persalinan Penolong Penyulit kehamilan dan persalinan JK BB PB Keadaan anak sekarang
1 1997 9 bulan Spontan Bidan Tidak ada L 3000 50 Sehat
5. Riwayat kehamilan sekarang
a. Trimester I : 2 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan mual dan muntah
Anjuran : Banyak istirahat, makan dengan porsi sedikit tapi sering
b. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan sering merasa cepat lelah dan pegal-pegal
Anjuran : Ajarkan ibu senam hamil, banyak istirahat, dan makan makanan yang bergizi dan minum tablet Fe.
c. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan ada pengeluaran darah pervaginam sebanyak 2 kain basah.
Anjuran : istirahat cukup, kurangi aktivitas yang berat, dan periksa kehamilannya ke bidan.
6. Riwayat kesehatan ibu dan keluarga
a. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang di derita
Klien tidak pernah menderita penyakit yang serius seperti jantung, hipertensi, hepar, DM, anemia, campak, malaria, TBC. Gagguan mental dan operasi.
b. Prilaku kesehatan
Klien tidak pernah minum-minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sejenisnya serta klien tidak pernah meminta jamu atau rokok, pencucian vagina dilakukan dengan menggunakan sabun setiap kali mendi, BAK dan BAB.
c. Immunisasi
Ibu mengatakan immunisasi
TT I pada kehamilan 4 bulan tanggal 5 Juli 2009 di BPS Bunda
TT II pada kehamilan 5 bulan tanggal 5 Agustus 2009 di BPS Bunda
7. Riwayat psikologis
a. Ibu senang dengan kehamilan saat ini karena kehamilan ini sudah di rencanakan
b. Ibu dan keluarga berharap semoga dalam kehamilan dan persalinan nanti berjalan normal tidak ada halangan suatu apa pun.
8. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
1) Sebelum hamil : Makan 3x sehari dengan porsi 1 piring nasi, ½ mangkuk sayur, lauk tempe, dan buah. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
2) Sesudah hamil : Makan 2x sehari ibu mengatakan kurang nafsu makan. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
b. Eliminasi
1) Sebelum hamil : BAB 1x sehari BAK : 5-6 x sehari
2) Sesudah hamil : BAB 1x sehari BAK : 8-9 x sehari
c. Istirahat dan tidur
1) Sebelum hamil : ibu tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1 jam
2) Sesudah hamil : ibu tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang 1 jam ibu mengatakan sering terbangun pada malam hari
d. Personal hygiene
Sebelum hamil dan saat hamil ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x sehari dan keramas 2 x seminggu
e. Aktivitas / olah raga
Ibu hanya mengerjakan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, ibu hanya melakukan aktivitas yang ringan dan ibu tidak pernah berolah raga.
f. Seksualitas dan kontrasepsi :
2x seminggu sebelum hamil ibu tidak pernah menggunakan kontrasepsi
C. Pemeriksaan
1. Keadaan umum
a. kesadaran : composmentis
b. tanda-tanda vital
TD : 100/70 mmHg
RR : 22 x / menit
Nadi : 88 x / menit
Temperatur : 37oC
c. Berat badan : Sebelum hamil : 50 kg
Sesudah hamil : 60 kg
Kenaikan BB selama hamil : 10 kg
d. Tinggi badan : 157 cm
e. Ukuran lila : 24 cm
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Rambut : lurus, tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok keadaan bersih
2) Muka : bentuk simetris, pucat, tidak ada oedema
3) Mata : bentuk simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva pucat, seklera tidak ikterik, berfungsi dengan baik, keadaan bersih
4) Hidung : bentuk simetris, keadaan bersih, dan tidak ada pembesaran polip
5) Mulut : tidak ada kelalinan , tidak terdapat stomatitis, keadaan gigi bersih, tidak ada carises, tidak ada pembesaran tonsil
6) Telinga : bentuk simetris, keadaan bersih, fungsi pendengaran baik
7) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limpa, dan tidak ada pembengkakan vena jugularis
8) Dada : pernafasan baik tidak ada rochi dan wheezing, payudara menonjol hiperpigmentasi , tidak ada benjolan, abnormal, colostrums belum keluar.
9) Abdomen : bentuk simetris, membesar sesuai dengan usia kehamilan, tidak ada cacat, tidak ada bekas operasi, tidak ada nyeri tekan pada saat dipalpasi.
10) Punggung : normal tidak ada kelainan
11) Genetalia : ada pengeluaran darah pervcaginam banyaknya 200cc. tidak ada hemaroid, varisesdan oedema
12) Ektermitas : bentuk simetris, tidak ada cacat, tidak ada oedema, dapat berfungsi dengan baik
b. Palpasi
1) Leopold I : TFU terpegang antara Px dengan pusat, pada fundus teraba keras bundar melenting yang berarti kepala
2) Leopold II : Perut ibu sebelah kiri teraba lebar dan memberikan tahanan yang besar berarti punggung janin. (PUKI) perut sebelah kanan teraba bagian-bagian janin yang kecil berarti extremitas.
3) Leopold III : Pada bagian terbawah janin teraba ada satu bantalan yang mengganjal pada bagian segmen bawah rahim.
4) Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP (divergen)
5) Mic Donald : 30cm
6) TBJ : (30-12) x 155 = 2790 gram
c. Palpasi
1. Jantung : Denyut jantung tidak teratur, takikardi, tidak terdengar mur-mur
2. Paru-paru : Tidak terdengar ronchi dan whezing
3. DJJ : positif, denyut jantung tidak terdengar, takikardi, 158 x/menit
d. Perkusi : Reflek patella positif dan reflek babinski negatif
3. Pemeriksaan laboratorium:
Hb : 9,4gr%
Protein urine : (-)
Redaksi : (-)
4. Pemeriksaan penunjang :
USG : pada USG terlihat ada bagian yang menutupi jalan lahir yaitu plasenta
II. INTERPRESTASI DATA DASAR, DIAGNOSA, MASALAH DAN KEBUTUHAN
1. Diagnosa
Ibu G2P1A0 hamil satu minggu, janin tunggal, hidup, memanjang, intrauteri, PUKI, presentasi bokong, belum masuk PAP, ibu plasenta previa totalis
Dasar
a. Ada pengeluaran darah pervaginam sebanyak 200cc atau 2 kain basah yang bercampur stosel secara tiba-tiba
b. Pada saat palpasi dirasakan ada suatu bantalan yang mengganjal pada segmen bawah rahim
c. Bagian terbawah janin belum turun
d. Dijumpai kesalahan letak janin yaitu bukan presentasi kepala
e. Tidak terdapat nyeri tekanan pada saat palpasi
f. Leopold I : TFU 30 cm, pertengahan Px dan pusat, TBJ : 2790 gram
g. Leopold II : PUKI
h. Leopold III : Teraba bantalan pada segmen bawah rahim
i. Leopold I V : Bagian terbawah janin belum masuk PAP
j. DJJ : 158 x/menit
k. Hb : 9,4 gram
l. HPHT : 5 Maret 2009
m. TP : 12 Desember 2009
n. Ibu mengatakan hamil anak ke-2
2. Masalah
a. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan terjadinya perdarahan pervaginam karena adanya plasenta previa totalis
Dasar
1) Ibu mengatakan cemas karena mengeluarkan darah banyak
2) Jumlah perdarahan 2 kain basah atau 200cc
3) Terjadi perdarahan secara tiba-tiba
b. Gangguan aktivitas sehubungan dengan terjadinya perdarahan pervaginam karena adanya plasenta previa totalis
Dasar
1) Ibu mengatakan cepat merasa lelah
2) Ibu tidak boleh banyak beraktivitas karena akan memperbanyak perdarahan
3) Ibu mengatakan cepat merasa pegal-pegal pada pinggang
3. Kebutuhan
a. Penyuluhan tentang istirahat ibu
1) Anjurkan ibu untuk beristirahat total / tirah baring
2) Jangan banyak melakukan gerakan atau aktivitas
b. Observasi banyaknya perdarahan pervaginam
Ganti pembalut bila basah
c. Segera hubungi tenaga kesehatan jika terjadi perdarahan yang lebih hebat
d. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
1) Makan makanan yang bergizi serta vitamin C dan zat besi
2) Makan sedikit tapi sering
e. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
1) Pemberian pemasukan yang cukup dengan adanya perdarahan
2) Pemberian nutrisi melalui pemberian cairan infuse RL atas
f. Memberikan dukungan psikologis kepada ibu
1) Katakan kepada ibu bahwa ibu harus kuat dan sabar karena dapat melalui semuanya dengan baik
2) Beri penyuluhan tentang persiapan persalinan
g. Observasi tanda-tanda vital
1) Observasi DJJ secara ketat
2) Anjurkan ibu untuk miring kiri untuk memberikan oksigenasi pada janinnya
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
1. Potensial terjadi perdarahan anterpartum pada ibu
2. Potensial terjadi gawat janin
3. Potensial terjadi aspeksia pada bayi
IV. IDENTIFIKASI TINDAKAN SEGERA DAN KOLABORASI
Kolaborasi dengan dokter segera mungkin jika terjadi komplikasi yang lebih hebat
1. Penatalaksanaan perdarahan antepartum
2. Penatalaksanaan aspeksia pada BBL
V. RENCANA MANAGEMEN
1. Jelaskan pada ibu kondisinya saat ini
a. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
b. Jelaskan kondisi kehamilan ibu saat ini
2. Observasi banyaknya perdarahan pervaginam dan tanda-tanda vital
a. Ganti pembalut bila basah
b. Pantau DJJ secara ketat
3. Penyuluhan kebutuhan istirahat pada ibu
a. anjurkan ibu untuk tiram baring, beristirahat total
b. anjurkan ibu untuk miring kiri
4. Memberikan dukungan psikologis pada ibu
a. Anjurkan ibu untuk pada ibu teknik relaksasi untuk memberikan rasa nyaman pada ibu
b. Libatkan anggota keluarga untuk memberikan dukungan psikologis pada ibu
5. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
1. anjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi
2. beri ibu tablet Fe dan vitamin C
3. anjurkan ibu untuk sedikit makan tapi sering
6. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
Pemberian pemasukan nutrisi yang cukup karena adanya perdarahan
7. Jelaskan pada ibu bahwa ibu tidak dapat melaksanakan persalinan secara normal tetapi harus secara seksio sesarea karena ada plasenta yang menutupi jalan lahir
VI. IMPLEMENTASI
1. Memberi tahu ibu tentang hasil pemeriksaan
a. menjelaskan pada ibu kondisinya saat ini, kehamilan ibu mengalami komplikasi dimana plasenta atau uri berada pada bagian bawah rahim
b. mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi kehamilan dengan memeriksa inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dan pemeriksaan laboratorium
c. menganjurkan ibu untuk segera memeriksa kehamilan jika terjadi perdarahan yang lebih lanjut
d. melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan untuk rajin memeriksakan kehamilannya
2. Mengobservasi banyaknya perdarahan dan tanda-tanda vital
a. banyak perdarahan pervaginam sebanyak 2 kain basah atau 200cc
b. memberitahukan kepada ibu segera ganti softex bila sudah basah.
c. memantau denyut jantung janin
d. menjelaskan pada ibu bahwa akan terjadi perdarahan dengan tiba-tiba
3. Penyuluhan kebutuhan istirahat pada ibu
a. menjelaskan pada ibu untuk beristirahat total atau tiram baring
b. beritahu kepada ibu untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat, seperti mencuci pakaian, mengangkat air, mengepel, menyapu, dll.
c. Menjelaskan kepada ibu untuk miring ke kiri untuk memberikan oksigenisasi kepala janinnya
4. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
a. menjelaskan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang
b. memberikan ibu tablet Fe dengan dosis 1x sehari selama 30 hari dan vitamin C dengan dosis 3 x sehari
5. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
a. pemberian pemasukan cairan dan nutrisi karena adanya perdarahan memberitahukan kepada ibu untuk sering makan walaupun sedikit
VII. EVALUASI
1. Ibu mengerti tentang kondisi kehamilannya saat ini, bahwa ibu mengalami sebuah komplikasi dalam kehamilannya dimana plasenta atau uri berada pada bagian bawah rahim ibu hamil 32 minggu, TFU pertengahan pusat-Px, DJJ (+), bagian terbawah janin belum masuk PAP
2. Ibu mengerti apa yang ia lakukan jika terjadi perdarahan atau komplikasi kembali dan ibu mengerti tentang perdarahan yang ia alami
3. Ibu mengerti tentang pentingnya istirahat total atau tirah baring untuk mengurangi terjadinya perdarahan
4. Ibu mengerti tentang kebutuhan nutrisi dan gizi bagi ibu hamil
5. Ibu mengerti tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
6. Ibu mau mengikuti saran bidan untuk melakukan persalinan secara seksio sesarea
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta
Chaman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. EGC: Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2006. Perdarahan Antepartum. Departemen Kesehatan RI: Jakarta
"
LANDASAN TEORI
I. Pengertian
Menurut De Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5:
1. Plasenta previa sentralis (totalis)
Adalah bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
2. Plasenta precia lateralis
Adalah bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan di tutupi oleh plasenta
Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat:
1. Plasenta previa totalis
Adalah seluruh osatium ditutupi plasenta
2. Plasenta previa partialis
Adalah sebagian ditutupi plasenta
3. Plasenta letak rendah
Adalah tepi plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba
Menurut broune:
1. Tingkat 1: lateral Plasenta previa
Adalah pinggir bawah Plasenta berisi sampai kesegmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan
2. Tingkat 2: margina Plasenta previa
Adalah plasenta mencapai pinggir pembukaan
3. Tingkat 3: complete Plasenta previa
Adalah plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap
4. Tingkat 4: center Plasenta previa
Adalah plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap
Plasenta previa
Adalah keadaan dimana Plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
(dikutip dari Prof. Dr. Rustam Moctar MPH., 1998. Jakarta)
II. Etiologi
Menurut Prof. Dr. Rustam Moctar MPH., 1998. Jakarta, beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan kekerapan terjadi plasenta previa, yaitu:
1. Paritas
Makin banyak paritas ibu, makin besar kemungkinan mengalami plasenta previa
2. Usia ibu pada saat hamil
Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih seding dari pada umur di bawah 25 tahun
3. Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda
4. Endometrium
Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan mual plasenta
5. Korpus luteum bereaksi lambat
Dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepasi
6. Tumor-tumor
Seperti mioma uter, polip endometrium
7. Kadang- kadang pada malposisi
III. Tanda dan Gejala
Menurut Departemen Kesehatan RI 1996. Jakarta
Gejala utama
Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama.
Gambaran klinik
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak perdarahan yang terjadi pertama kali, biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang
4. Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi letak janin letak lintang atau letak sungsang
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan
IV. Diagnosis
Menurut Prof. Dr. Rudstam Mochtar MPH. 1998 Jakarta.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan:
1. Anamnesis
a. Gejala pertama yang membawa si sakit ke dokter atau rumah sakit ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjutan (trimester III)
b. Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan perulang (recurrent), kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur, pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah di penuhi dengan dara. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dari yang sebelumnya. Sebab dari perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek yang disebabkan oleh:
1) Terbentuknya segmen bawah rahim
2) Terbentuknya ostium atau oleh malipulasi intravaginal atau raktal
2. Inspeksi
a. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : banyak, sedikit darah beku dan sebagainya
b. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat / anemis.
3. Palpasi abdomen
a. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
b. Sering di jumpai kesalahan letak
c. Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau menggolak di atas pintu atas pinggul
d. Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
4. Pemeriksaan inspekula
Dengan memakai spekulum secara hati-hati dilihat dari mana asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah dan lain-lain.
5. Pemeriksaan radio-isotop
a. Plasentografi jaringan lunak
Yaitu membuat foto dengan sinar roentgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta.
b. Sitrografi
Kosongkan kandung kemih, lalu dimasukkan 40cc larutan NaCl 12,5 , kepala janin di tekan kearah pintu atas panggul lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan plasenta previa
c. Plasentografi indirik
Yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior, dengan cara menghitung antara jarak kepala-simfisis dan kepala promotorium
d. Arteriografi
Dengan memasukkan zat kontras kedalam arteri femoralis, karena plasenta sangat akan pembuluh darah maka ia akan banyak menyerap zat kontras.
e. Aminografi
Dengan memasukkan zat kontras kedalam rongga amnion, lalu di buat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kosong di luar janin dalam rongga rahim
f. Radio isotop plasentografi
Dengan menyuntikan zat radio aktif RISA (Radio Iodinateol Serum Albumin) decara intra vena, lalu diikuti dengan detektor GMC
g. Ultrasonografi
Cara ini sangat terapi dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin
6. Pemeriksaan dalam
Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh di bidang abstetrik untuk diagnosis plasenta previa, walaupun ampuh namun kita harus berhati-hati, karena bahayanya juga sangat besar.
a. Bahaya pemeriksaan dalam
1. Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
2. Terjadi infeksi
3. Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
b. Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam
1. Pasang infus dan persiapan donor darah
2. Pemeriksaan dilakukan di kamar bedah, dengan fasilitas operasi lengkap
3. Pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut
4. Jangan langsung masuk ke dalam kanalis servikasi, tetapi raba dulu bantalan antara janin dan kepala janin pada forniks.
5. Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan
c. Kegunaan pemeriksaan dalam
1. Menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh plasenta previa atau oleh sebab-sebab lain:
2. Menentukan jenis klasifikasi plasenta previa, supaya dapat diambil sikap dan tindakan yang tepat.
d. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
1. Perdarahan banyak, lebih dari 500cc
2. Perdarahan yang sudah berulang-ulang
3. perdarahan sekali, banyak, dan Hb dibawah 8gr% kecuali persiapan darah ada.
4. His telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim.
V. Pemantauan Pada Ibu dan Janin
Menurut Vicky Chapman, 2006, Jakarta
1. Tanda vital
Pantau dengan ketat tanda vital ibu, takikardia biasanya tanda pertama gangguan janin karena kehilangan darah.
2. Infus intravena
Untuk mengganti cairan, pastikan cairan IV berjalan lancar, dokter mungkin mempertimbangkan pemberian produk darah
3. Pengukuran kehilangan darah
Gantilah dan amankan balutan yang basah dengan bijaksana namun pastikan privasi ibu saat melakukannya, jagalah perbandingan yang selalu diperbaharui kehilangan darah dan perkiraan terukur pada kartu cairan.
4. Kemungkinan diperlukan anestesi
Pastikan bahwa dokter telah di beri informasi dan dapat mengkaji situasi ibu tentang kemungkinan memerlukan anestesi berikut juga antasida / atau penghambat ion hidrogen reguler karena anestesi berikan juga antasida/ penghambat ion hidrogen reguler karena anetesia darurat mungkin di periksa.
5. Pantau denyut jantung janin
Perubahan DJJ mendadak atau abnormal (seperti peningkatan takikardi) bisa menunjukkan adanya gangguan yang disebabkan oleh kehilangan darah berat. Lakukan respon segera terhadap pola abnormal.
VI. Pengaruh Plasenta Terhadap Kehamilan (menurut dari Prof. Dr. Rustam Moctar MPH. 1998 Jakarta)
Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir kedalam pintu atas panggul. Sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin.
Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulan darah pada serviks. Selain itu, jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his, juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam.
VII. Penanganan
1. Penanganan pasif menurut Prof. Sarwono Prawiroharjo, Sp 06. 1997. Jakarta)
a. Perhatian
Tiap-tiap perdarahan dari ketiga yang lebih dari show, harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi
b. Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartum kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat janin dibawah 2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika. Progestin atau progesteron observasilah dengan teliti.
c. Sambil mengawasi periksalah golongan darah, dan siapkan donor untuk tranfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
d. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa rujuk segera ke rumah sakit dimana terdapat fasilitas operasi dan tranfusi darah.
e. Bila kekurangan darah, berikanlah tranfusi darah dan obat-obatan penambah darah.
2. Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :
a. Jenis plasenta previa
b. Perdarahan : banyak atau sedikit tetapi berulang-ulang
c. Keadaan umum ibu hamil
d. Keadaan janin : hidup, gawat atau meninggal
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas atau jumlah anak hidup
VIII. Penanganan plasenta previa sentralis (totalis)
Menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar MPH, 1998, Jakarta)
a. Untuk menghindari perdarahan yang banyak, maka pada plasenta previa sentralis dengan janin hidup atau meninggal, tindakan yang paling baik adalah seksio sesarea.
b. Persalinan perabdominal dengan seksio sesarea.
Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa :
1. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
2. Semua plasenta previa lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
3. Semua plasenta previa dengan tindakan tindakan-tindakan yang ada.
4. Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang perdarahan pada bekas insersi plasenta kadang-kadang berlebihan dan tindakan dapat diatas dengan cara-cara yang ada.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN
PLASENTA PREVIA TOTALIS TERHADAP Ny. N
DI RB. BUAH HATI
TAHUN 2009
I. PENGUMPULAN DATA DASAR
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama Istri : Ny N Nama Istri : Tn. J
Umur : 37 Tahun Umur : 40 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wirasuasta
Suku : Jawa Suku : Palembang
Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang Alamat : Jl. Tentara Pelajar 2 Semarang
B. Anamnesia pada tanggal 15 Oktober 2009 pukul: 08.00 WIB
1. Alasan kunjungan saat ini
Ibu mengatakan hamil anak ke-2 usia kehamilan 8 bulan ibu mengeluh ada pengeluaran darah pervaginam dua kain basah, secara tiba-tiba.
2. Riwayat haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 tahun
Banyaknya : 2-3 x ganti pembalut
Lamanya : 7-8 hari
Sifat darah : merah, encer, bercampur gumpalan
HPHT : 5 Maret 2009
TP : 12 Desember 2009
3. Riwayat perkawinan
Ibu menikah 1 kali, status perkawinan syah sebagai istri pertama, usia pernikahan 1 tahun, usia saat menikah 20 tahun lama perkawinan 17 tahun
4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
No. Tgl./ Th. Lahir Usia kehamilan Jenis persalinan Penolong Penyulit kehamilan dan persalinan JK BB PB Keadaan anak sekarang
1 1997 9 bulan Spontan Bidan Tidak ada L 3000 50 Sehat
5. Riwayat kehamilan sekarang
a. Trimester I : 2 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan mual dan muntah
Anjuran : Banyak istirahat, makan dengan porsi sedikit tapi sering
b. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan sering merasa cepat lelah dan pegal-pegal
Anjuran : Ajarkan ibu senam hamil, banyak istirahat, dan makan makanan yang bergizi dan minum tablet Fe.
c. Trimester I : 3 x di bidan
Keluhan : Ibu mengatakan ada pengeluaran darah pervaginam sebanyak 2 kain basah.
Anjuran : istirahat cukup, kurangi aktivitas yang berat, dan periksa kehamilannya ke bidan.
6. Riwayat kesehatan ibu dan keluarga
a. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang di derita
Klien tidak pernah menderita penyakit yang serius seperti jantung, hipertensi, hepar, DM, anemia, campak, malaria, TBC. Gagguan mental dan operasi.
b. Prilaku kesehatan
Klien tidak pernah minum-minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sejenisnya serta klien tidak pernah meminta jamu atau rokok, pencucian vagina dilakukan dengan menggunakan sabun setiap kali mendi, BAK dan BAB.
c. Immunisasi
Ibu mengatakan immunisasi
TT I pada kehamilan 4 bulan tanggal 5 Juli 2009 di BPS Bunda
TT II pada kehamilan 5 bulan tanggal 5 Agustus 2009 di BPS Bunda
7. Riwayat psikologis
a. Ibu senang dengan kehamilan saat ini karena kehamilan ini sudah di rencanakan
b. Ibu dan keluarga berharap semoga dalam kehamilan dan persalinan nanti berjalan normal tidak ada halangan suatu apa pun.
8. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
1) Sebelum hamil : Makan 3x sehari dengan porsi 1 piring nasi, ½ mangkuk sayur, lauk tempe, dan buah. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
2) Sesudah hamil : Makan 2x sehari ibu mengatakan kurang nafsu makan. Ibu minum 7-8 gelas / hari.
b. Eliminasi
1) Sebelum hamil : BAB 1x sehari BAK : 5-6 x sehari
2) Sesudah hamil : BAB 1x sehari BAK : 8-9 x sehari
c. Istirahat dan tidur
1) Sebelum hamil : ibu tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1 jam
2) Sesudah hamil : ibu tidur malam 5-6 jam/hari, tidur siang 1 jam ibu mengatakan sering terbangun pada malam hari
d. Personal hygiene
Sebelum hamil dan saat hamil ibu mandi 2x sehari, ganti pakaian 2x sehari dan keramas 2 x seminggu
e. Aktivitas / olah raga
Ibu hanya mengerjakan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, ibu hanya melakukan aktivitas yang ringan dan ibu tidak pernah berolah raga.
f. Seksualitas dan kontrasepsi :
2x seminggu sebelum hamil ibu tidak pernah menggunakan kontrasepsi
C. Pemeriksaan
1. Keadaan umum
a. kesadaran : composmentis
b. tanda-tanda vital
TD : 100/70 mmHg
RR : 22 x / menit
Nadi : 88 x / menit
Temperatur : 37oC
c. Berat badan : Sebelum hamil : 50 kg
Sesudah hamil : 60 kg
Kenaikan BB selama hamil : 10 kg
d. Tinggi badan : 157 cm
e. Ukuran lila : 24 cm
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Rambut : lurus, tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok keadaan bersih
2) Muka : bentuk simetris, pucat, tidak ada oedema
3) Mata : bentuk simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva pucat, seklera tidak ikterik, berfungsi dengan baik, keadaan bersih
4) Hidung : bentuk simetris, keadaan bersih, dan tidak ada pembesaran polip
5) Mulut : tidak ada kelalinan , tidak terdapat stomatitis, keadaan gigi bersih, tidak ada carises, tidak ada pembesaran tonsil
6) Telinga : bentuk simetris, keadaan bersih, fungsi pendengaran baik
7) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limpa, dan tidak ada pembengkakan vena jugularis
8) Dada : pernafasan baik tidak ada rochi dan wheezing, payudara menonjol hiperpigmentasi , tidak ada benjolan, abnormal, colostrums belum keluar.
9) Abdomen : bentuk simetris, membesar sesuai dengan usia kehamilan, tidak ada cacat, tidak ada bekas operasi, tidak ada nyeri tekan pada saat dipalpasi.
10) Punggung : normal tidak ada kelainan
11) Genetalia : ada pengeluaran darah pervcaginam banyaknya 200cc. tidak ada hemaroid, varisesdan oedema
12) Ektermitas : bentuk simetris, tidak ada cacat, tidak ada oedema, dapat berfungsi dengan baik
b. Palpasi
1) Leopold I : TFU terpegang antara Px dengan pusat, pada fundus teraba keras bundar melenting yang berarti kepala
2) Leopold II : Perut ibu sebelah kiri teraba lebar dan memberikan tahanan yang besar berarti punggung janin. (PUKI) perut sebelah kanan teraba bagian-bagian janin yang kecil berarti extremitas.
3) Leopold III : Pada bagian terbawah janin teraba ada satu bantalan yang mengganjal pada bagian segmen bawah rahim.
4) Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP (divergen)
5) Mic Donald : 30cm
6) TBJ : (30-12) x 155 = 2790 gram
c. Palpasi
1. Jantung : Denyut jantung tidak teratur, takikardi, tidak terdengar mur-mur
2. Paru-paru : Tidak terdengar ronchi dan whezing
3. DJJ : positif, denyut jantung tidak terdengar, takikardi, 158 x/menit
d. Perkusi : Reflek patella positif dan reflek babinski negatif
3. Pemeriksaan laboratorium:
Hb : 9,4gr%
Protein urine : (-)
Redaksi : (-)
4. Pemeriksaan penunjang :
USG : pada USG terlihat ada bagian yang menutupi jalan lahir yaitu plasenta
II. INTERPRESTASI DATA DASAR, DIAGNOSA, MASALAH DAN KEBUTUHAN
1. Diagnosa
Ibu G2P1A0 hamil satu minggu, janin tunggal, hidup, memanjang, intrauteri, PUKI, presentasi bokong, belum masuk PAP, ibu plasenta previa totalis
Dasar
a. Ada pengeluaran darah pervaginam sebanyak 200cc atau 2 kain basah yang bercampur stosel secara tiba-tiba
b. Pada saat palpasi dirasakan ada suatu bantalan yang mengganjal pada segmen bawah rahim
c. Bagian terbawah janin belum turun
d. Dijumpai kesalahan letak janin yaitu bukan presentasi kepala
e. Tidak terdapat nyeri tekanan pada saat palpasi
f. Leopold I : TFU 30 cm, pertengahan Px dan pusat, TBJ : 2790 gram
g. Leopold II : PUKI
h. Leopold III : Teraba bantalan pada segmen bawah rahim
i. Leopold I V : Bagian terbawah janin belum masuk PAP
j. DJJ : 158 x/menit
k. Hb : 9,4 gram
l. HPHT : 5 Maret 2009
m. TP : 12 Desember 2009
n. Ibu mengatakan hamil anak ke-2
2. Masalah
a. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan terjadinya perdarahan pervaginam karena adanya plasenta previa totalis
Dasar
1) Ibu mengatakan cemas karena mengeluarkan darah banyak
2) Jumlah perdarahan 2 kain basah atau 200cc
3) Terjadi perdarahan secara tiba-tiba
b. Gangguan aktivitas sehubungan dengan terjadinya perdarahan pervaginam karena adanya plasenta previa totalis
Dasar
1) Ibu mengatakan cepat merasa lelah
2) Ibu tidak boleh banyak beraktivitas karena akan memperbanyak perdarahan
3) Ibu mengatakan cepat merasa pegal-pegal pada pinggang
3. Kebutuhan
a. Penyuluhan tentang istirahat ibu
1) Anjurkan ibu untuk beristirahat total / tirah baring
2) Jangan banyak melakukan gerakan atau aktivitas
b. Observasi banyaknya perdarahan pervaginam
Ganti pembalut bila basah
c. Segera hubungi tenaga kesehatan jika terjadi perdarahan yang lebih hebat
d. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
1) Makan makanan yang bergizi serta vitamin C dan zat besi
2) Makan sedikit tapi sering
e. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
1) Pemberian pemasukan yang cukup dengan adanya perdarahan
2) Pemberian nutrisi melalui pemberian cairan infuse RL atas
f. Memberikan dukungan psikologis kepada ibu
1) Katakan kepada ibu bahwa ibu harus kuat dan sabar karena dapat melalui semuanya dengan baik
2) Beri penyuluhan tentang persiapan persalinan
g. Observasi tanda-tanda vital
1) Observasi DJJ secara ketat
2) Anjurkan ibu untuk miring kiri untuk memberikan oksigenasi pada janinnya
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
1. Potensial terjadi perdarahan anterpartum pada ibu
2. Potensial terjadi gawat janin
3. Potensial terjadi aspeksia pada bayi
IV. IDENTIFIKASI TINDAKAN SEGERA DAN KOLABORASI
Kolaborasi dengan dokter segera mungkin jika terjadi komplikasi yang lebih hebat
1. Penatalaksanaan perdarahan antepartum
2. Penatalaksanaan aspeksia pada BBL
V. RENCANA MANAGEMEN
1. Jelaskan pada ibu kondisinya saat ini
a. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan
b. Jelaskan kondisi kehamilan ibu saat ini
2. Observasi banyaknya perdarahan pervaginam dan tanda-tanda vital
a. Ganti pembalut bila basah
b. Pantau DJJ secara ketat
3. Penyuluhan kebutuhan istirahat pada ibu
a. anjurkan ibu untuk tiram baring, beristirahat total
b. anjurkan ibu untuk miring kiri
4. Memberikan dukungan psikologis pada ibu
a. Anjurkan ibu untuk pada ibu teknik relaksasi untuk memberikan rasa nyaman pada ibu
b. Libatkan anggota keluarga untuk memberikan dukungan psikologis pada ibu
5. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
1. anjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi
2. beri ibu tablet Fe dan vitamin C
3. anjurkan ibu untuk sedikit makan tapi sering
6. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
Pemberian pemasukan nutrisi yang cukup karena adanya perdarahan
7. Jelaskan pada ibu bahwa ibu tidak dapat melaksanakan persalinan secara normal tetapi harus secara seksio sesarea karena ada plasenta yang menutupi jalan lahir
VI. IMPLEMENTASI
1. Memberi tahu ibu tentang hasil pemeriksaan
a. menjelaskan pada ibu kondisinya saat ini, kehamilan ibu mengalami komplikasi dimana plasenta atau uri berada pada bagian bawah rahim
b. mendeteksi adanya kelainan atau komplikasi kehamilan dengan memeriksa inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dan pemeriksaan laboratorium
c. menganjurkan ibu untuk segera memeriksa kehamilan jika terjadi perdarahan yang lebih lanjut
d. melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan untuk rajin memeriksakan kehamilannya
2. Mengobservasi banyaknya perdarahan dan tanda-tanda vital
a. banyak perdarahan pervaginam sebanyak 2 kain basah atau 200cc
b. memberitahukan kepada ibu segera ganti softex bila sudah basah.
c. memantau denyut jantung janin
d. menjelaskan pada ibu bahwa akan terjadi perdarahan dengan tiba-tiba
3. Penyuluhan kebutuhan istirahat pada ibu
a. menjelaskan pada ibu untuk beristirahat total atau tiram baring
b. beritahu kepada ibu untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat, seperti mencuci pakaian, mengangkat air, mengepel, menyapu, dll.
c. Menjelaskan kepada ibu untuk miring ke kiri untuk memberikan oksigenisasi kepala janinnya
4. Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
a. menjelaskan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang
b. memberikan ibu tablet Fe dengan dosis 1x sehari selama 30 hari dan vitamin C dengan dosis 3 x sehari
5. Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
a. pemberian pemasukan cairan dan nutrisi karena adanya perdarahan memberitahukan kepada ibu untuk sering makan walaupun sedikit
VII. EVALUASI
1. Ibu mengerti tentang kondisi kehamilannya saat ini, bahwa ibu mengalami sebuah komplikasi dalam kehamilannya dimana plasenta atau uri berada pada bagian bawah rahim ibu hamil 32 minggu, TFU pertengahan pusat-Px, DJJ (+), bagian terbawah janin belum masuk PAP
2. Ibu mengerti apa yang ia lakukan jika terjadi perdarahan atau komplikasi kembali dan ibu mengerti tentang perdarahan yang ia alami
3. Ibu mengerti tentang pentingnya istirahat total atau tirah baring untuk mengurangi terjadinya perdarahan
4. Ibu mengerti tentang kebutuhan nutrisi dan gizi bagi ibu hamil
5. Ibu mengerti tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
6. Ibu mau mengikuti saran bidan untuk melakukan persalinan secara seksio sesarea
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta
Chaman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. EGC: Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2006. Perdarahan Antepartum. Departemen Kesehatan RI: Jakarta
Selengkapnya Klik disini: ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN PLASENTA PREVIA TOTALIS TERHADAP Ny. N DI RB. BUAH HATI SEMARANG TAHUN 2009 - asuhan-keperawatan.co.cc
GIZI SEIMBANG
Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Gizi Seimbang
SATUAN ACARA PENYULUHAN
GIZI SEIMBANG
Pokok bahasan : Gizi Seimbang
Sub pokok bahasan : Gizi seimbang pada balita
Penyuluh : Mahasiswa Jurusan Kebidanan semester VI
Hari/tanggal : Selasa, 3 Juni 2008
Waktu : pukul 08.00 WIB sampai selasai
Tempat : PPKKS Klaten Selatan
Sasaran : Ibu, balita dan keluarga
I. Tujuan Intruksional Umum ( TIU )
Setelah mendapatkan penyuluhan tentang gizi seimbang pada balita selama 60 menit, diharapkan ibu-ibu yang mempunyai balita di wilayah PPKKS Klaten Selatan dapat mengetahui dan memahami tentang manfaat gizi seimbang
II. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )
1. Peserta dapat menjelaskan pengertian gizi seimbang
2. Peserta dapat menjelaskan sumber-sumber gizi seimbang
3. Peserta dapat menjelaskan pengertian makanan pendamping ASI (PASI)
4. Peserta dapat menjelaskan manfaat PASI
5. Peserta dapat menjelaskan cara membuat PASI
III. Media
1. KMS
2. Leaflet
IV. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
V. Pelaksanaan
No. Acara Waktu Kegiatan Penyuluhan Evaluasi
1. Pembukaan 5mnt • Mengucap salam dan terimakasih atas kedatangan para peserta.
• Memperkenalkan diri dan apresiasi. Menjawab salam, mendengarkan dengan seksama.
2. Inti 15 mnt • Menyampaikan materi tentang pengertian gizi seimbang.
• Menjelaskan sumber-sumber gizi seimbang.
• Menjelaskan tentang 13 pesan gizi seimbang.
• Menjelaskan pengertian MP ASI.
• Menjelaskan manfaat MP ASI. Mendengarkan dan memperhatikan.
3. Diskusi 25 mnt Meminta peserta untuk mengajukan pertanyaan jika belum jelas. Peserta mengajukan pertanyaan.
4. Penutup 5 mnt • Menyimpulkan hasil penyuluhan.
• Memberi saran-saran.
• Memberi salam dan meminta maaf bila ada kesalahan.
• Mengucapkan terima kasih atas perhatian dan mengucapkan salam. Peserta menjawab salam.
VI. Materi
Gizi Seimbang
Gizi adalah zat-zat yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan proses didalam tubuh. Gizi seimbang adalah komposisi atau zat-zat yang cukup atau ideal untuk menjalankan proses didalam tubuh.
Makanan yang bergizi seimbang setidak-tidaknya mengandung 3 fungsi utama yaitu :
• Sebagai sumber tenaga, antara lain : nasi, ketela, singkong, dsb.
• Sebagai sumber pengatur, pada sayur dan buah.
• Sebagai sumber pembangun, terdapat pada lauk pauk. Hal ini berfungsi untuk pertumbuhan dan pengganti sel yang rusak.
Untuk mencukupi gizi seimbang terdapat 13 pesan-pesan dasar yaitu :
1. Makanlah aneka ragam makanan yang mengandung semua zat yang kita perlukan kecuali ASI.
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah kebutuhan energi.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat kebutuhan energi.
5. Gunakan garam beryodium.
6. Makanlah makanan sumber zat besi.
7. Berikan ASI saja sampai anak berumur 4 atau 6 bulan.
8. Usahakan makan pagi.
9. Minumlah air bersih yang cukup.
10. Olahraga atau kegiataan fisik secara teratur.
11. Hindari alcohol.
12. Makanlah makanan yang aman.
13. Baca label pada makanan yang dikemas.
Makanan bayi dan anak
ASI paling baik. Berikan bila mungkin sampai dengan umur 4 bulan atau 6 bulan tanpa makanan lain. Bila ASI saja bisa memberi pertumbuhan baik sampai umur 4 bulan mulailah dengan makanan tambahan. Berilah dengan porsi kecil saja, satu sendok teh untuk hari pertama. Bila sampai hari berikutnya tidak terjadi diare atau muntah porsi ditambah. Demikian seterusnya tiap hari sampai porsi tertentu.
MT bisa berupa bubur saring atau bubur susu. Membuat sendiri bubur saring atau bubur susu :
• Bubur Saring : 1-2 sendok makan tepung beras/maizena ditambah satu gelas air minum dan 1-2 sendok teh gula. Kemudian dimasak. Bisa ditambahkan sedikit santan. Gula jawa bisa digunakan.
• Bubur Susu : sama cara membuatnya hanya saja satu gelas air diganti dengan satu gelas susu.
Nilai gizi bubur susu tentu saja lebih baik daripada bubur saring. Bubur susu tidak harus dengan tepung beras. Bisa dengan roti tawar. Bila malas membuat kita bisa membeli dengan pilihan rasa.
Kada gizi Bubur saring Bubur susu
Energi tepung beras (kal) 100 100
Energi susu (kal) - 130
Enrgi gula (kal) 36 36
Protein tepung beras (g) 2 2
Protein susu (g) - 3-5
Pada umur 6 bulan dimulai dengan bubur tim saring.
Cara membuat tim saring : daun bayam dan wortel keduanya dicincang. Hati ayam /sapi atau tempe kedelai di lumatkan dan dimasak bersama. Bila sudah masak dimasukkan kedalam bubur nasi dan terus dimasak, wortel dan bayam hingga lunak. Bagi yang mempunyai blender dapat digunakan, yang tidak punya dapat disaring. Semuanya dikerjakan secara higienis.
Hati ayam dan sapi dimasak tersendiri dahulu (direbus) kemudian diparut. Fungsi bubur tim saring selain membiasakan bayi menerima makanan makin padat, juga sebagai suplai zat besi karena pada umur 6 bulan persediaan besi dalam tubuh bayi sudah habis.
Makin bertambah umur mendekati 1 tahun makanan ditingkatkan menjadi bubur nasi atau nasi tim.
Macam-macam makanan untuk anak lebih dari 2 tahun :
1. Perkedel
Bahan : kentang, telur, daging, pala, merica, bawang goreng, garam secukupnya.
Cara membuat : bumbu dihaluskan, kentang masak dihaluskan kemudian dicampur dengan daging. Campur dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Setelah tercampur bentuk menjadi bulatan kecil, celupkan dalam telur kemudian digoreng.
2. Daging giling
Dicampur dengan roti atau panir dan diberi bumbu seperti diatas kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil. Kemudian digoreng.
3. Tempe kedelai
Dikukus lalu dilunakkan atau dihaluskan ditambah dengan telur atau daging, diberi bumbu seperti diatas kemudian dilakukan seperti cara no 2.
Makanan pokok tidak harus nasi, yang penting bagaimana anak mengkonsumsi makanan berenergi dan berprotein disamping makanan bermineral.
Seorang anak yang sulit makan bisa dicoba dengan memberikan multivitamin dan mineral, mungkin saja ia kekurangan komponen enzim untuk metabolisme karbohidrat dan protein.
Jadwal makan
Bila makan dan minum dimulai dari jam 6, kurang lebih 2 jam kemudian diberi bubur saring atau bubur susu atau tim saring. Tiga jam kemudian diberi susu lagi, 2 jam kemudian diberi makanan padat, 3 jam kemudian diberi susu lagi, 2 jam kemudian diberi makanan padat, malam hari diberi susu lagi, buah bisa diberikan 1 jam setelah minum susu.
Pemberian susu jangan berdekatan denagn makan atau sebaliknya, makin muda usia anak maka kebutuhan energinya relatif makin tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.
Umur (tahun) Kkal/kg BB/hari untuk aktivitas sedang
0-1 110
1-3 100
4-6 90
7-9 80
10-12 70
13-15 60
Dewasa 30-40
Hal-hal yang membuat anak tidak nafsu makan :
1. Rasa makanan tidak cocok, tidak berselera.
2. Terlalau asyik dengan permainan.
3. Teralalu hiperaktif.
4. Kurang mendapat perhatian.
5. Ada masalah dengan giginya.
6. Ada masalah psikologis dengan temannya.
7. Cacingan.
8. Kekurangan vitamin.
9. Menderita suatu penyakit kronis.
MENU GIZI SEIMBANG
JUS JERUK
Bahan : jeruk, gula pasir.
Cara membuat :
1. Kupas jeruk, hilangkan biji dan serabut, sisihkan.
2. Masukkan gula pasir sesuai selera/secukupnya.
3. Campur jeruk dan gula pasir kedalam blender. Blender selama 5 menit.
4. Saring, masukkan kedalam gelas (bisa ditambah es batu).
5. Sajikan.
JUS TOMAT
Bahan : tomat, gula pasir.
Cara membuat :
1. Bersihkan tomat, potong menjadi 8 bagian.
2. Campur tomat dengan gula pasir secukupnya kedalam blender.
3. Blender selama 5 menit.
4. Masukkan kedalam gelas, sajikan.
PUDING
Bahan : agar-agar, gula pasir, susu cair, air 400 cc.
Cara membuat :
1. Campur agar-agar, susu dan gula pasir aduk rata, sisihkan.
2. Tambahkan air 400 cc kedalam adonan tadi.
3. Masak diatas api sedang, sambil diaduk perlahan-lahan sampai mendidih.
4. Tuangkan kedalam cetakan.
5. Biarkan sampai dingin dan mengeras, sajikan.
SATE BUAH
Bahan : melon, pepaya, nanas, tusuk sate.
Cara membuat :
1. Kupas semua buah, cuci dengan air matang.
2. Potong buah berbentuk dadu, sisihkan.
3. Tusukkan pada tusuk sate secara selang-seling.
4. Sajikan.
GIZI SEIMBANG
Pokok bahasan : Gizi Seimbang
Sub pokok bahasan : Gizi seimbang pada balita
Penyuluh : Mahasiswa Jurusan Kebidanan semester VI
Hari/tanggal : Selasa, 3 Juni 2008
Waktu : pukul 08.00 WIB sampai selasai
Tempat : PPKKS Klaten Selatan
Sasaran : Ibu, balita dan keluarga
I. Tujuan Intruksional Umum ( TIU )
Setelah mendapatkan penyuluhan tentang gizi seimbang pada balita selama 60 menit, diharapkan ibu-ibu yang mempunyai balita di wilayah PPKKS Klaten Selatan dapat mengetahui dan memahami tentang manfaat gizi seimbang
II. Tujuan Intruksional Khusus ( TIK )
1. Peserta dapat menjelaskan pengertian gizi seimbang
2. Peserta dapat menjelaskan sumber-sumber gizi seimbang
3. Peserta dapat menjelaskan pengertian makanan pendamping ASI (PASI)
4. Peserta dapat menjelaskan manfaat PASI
5. Peserta dapat menjelaskan cara membuat PASI
III. Media
1. KMS
2. Leaflet
IV. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
V. Pelaksanaan
No. Acara Waktu Kegiatan Penyuluhan Evaluasi
1. Pembukaan 5mnt • Mengucap salam dan terimakasih atas kedatangan para peserta.
• Memperkenalkan diri dan apresiasi. Menjawab salam, mendengarkan dengan seksama.
2. Inti 15 mnt • Menyampaikan materi tentang pengertian gizi seimbang.
• Menjelaskan sumber-sumber gizi seimbang.
• Menjelaskan tentang 13 pesan gizi seimbang.
• Menjelaskan pengertian MP ASI.
• Menjelaskan manfaat MP ASI. Mendengarkan dan memperhatikan.
3. Diskusi 25 mnt Meminta peserta untuk mengajukan pertanyaan jika belum jelas. Peserta mengajukan pertanyaan.
4. Penutup 5 mnt • Menyimpulkan hasil penyuluhan.
• Memberi saran-saran.
• Memberi salam dan meminta maaf bila ada kesalahan.
• Mengucapkan terima kasih atas perhatian dan mengucapkan salam. Peserta menjawab salam.
VI. Materi
Gizi Seimbang
Gizi adalah zat-zat yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan proses didalam tubuh. Gizi seimbang adalah komposisi atau zat-zat yang cukup atau ideal untuk menjalankan proses didalam tubuh.
Makanan yang bergizi seimbang setidak-tidaknya mengandung 3 fungsi utama yaitu :
• Sebagai sumber tenaga, antara lain : nasi, ketela, singkong, dsb.
• Sebagai sumber pengatur, pada sayur dan buah.
• Sebagai sumber pembangun, terdapat pada lauk pauk. Hal ini berfungsi untuk pertumbuhan dan pengganti sel yang rusak.
Untuk mencukupi gizi seimbang terdapat 13 pesan-pesan dasar yaitu :
1. Makanlah aneka ragam makanan yang mengandung semua zat yang kita perlukan kecuali ASI.
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah kebutuhan energi.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat kebutuhan energi.
5. Gunakan garam beryodium.
6. Makanlah makanan sumber zat besi.
7. Berikan ASI saja sampai anak berumur 4 atau 6 bulan.
8. Usahakan makan pagi.
9. Minumlah air bersih yang cukup.
10. Olahraga atau kegiataan fisik secara teratur.
11. Hindari alcohol.
12. Makanlah makanan yang aman.
13. Baca label pada makanan yang dikemas.
Makanan bayi dan anak
ASI paling baik. Berikan bila mungkin sampai dengan umur 4 bulan atau 6 bulan tanpa makanan lain. Bila ASI saja bisa memberi pertumbuhan baik sampai umur 4 bulan mulailah dengan makanan tambahan. Berilah dengan porsi kecil saja, satu sendok teh untuk hari pertama. Bila sampai hari berikutnya tidak terjadi diare atau muntah porsi ditambah. Demikian seterusnya tiap hari sampai porsi tertentu.
MT bisa berupa bubur saring atau bubur susu. Membuat sendiri bubur saring atau bubur susu :
• Bubur Saring : 1-2 sendok makan tepung beras/maizena ditambah satu gelas air minum dan 1-2 sendok teh gula. Kemudian dimasak. Bisa ditambahkan sedikit santan. Gula jawa bisa digunakan.
• Bubur Susu : sama cara membuatnya hanya saja satu gelas air diganti dengan satu gelas susu.
Nilai gizi bubur susu tentu saja lebih baik daripada bubur saring. Bubur susu tidak harus dengan tepung beras. Bisa dengan roti tawar. Bila malas membuat kita bisa membeli dengan pilihan rasa.
Kada gizi Bubur saring Bubur susu
Energi tepung beras (kal) 100 100
Energi susu (kal) - 130
Enrgi gula (kal) 36 36
Protein tepung beras (g) 2 2
Protein susu (g) - 3-5
Pada umur 6 bulan dimulai dengan bubur tim saring.
Cara membuat tim saring : daun bayam dan wortel keduanya dicincang. Hati ayam /sapi atau tempe kedelai di lumatkan dan dimasak bersama. Bila sudah masak dimasukkan kedalam bubur nasi dan terus dimasak, wortel dan bayam hingga lunak. Bagi yang mempunyai blender dapat digunakan, yang tidak punya dapat disaring. Semuanya dikerjakan secara higienis.
Hati ayam dan sapi dimasak tersendiri dahulu (direbus) kemudian diparut. Fungsi bubur tim saring selain membiasakan bayi menerima makanan makin padat, juga sebagai suplai zat besi karena pada umur 6 bulan persediaan besi dalam tubuh bayi sudah habis.
Makin bertambah umur mendekati 1 tahun makanan ditingkatkan menjadi bubur nasi atau nasi tim.
Macam-macam makanan untuk anak lebih dari 2 tahun :
1. Perkedel
Bahan : kentang, telur, daging, pala, merica, bawang goreng, garam secukupnya.
Cara membuat : bumbu dihaluskan, kentang masak dihaluskan kemudian dicampur dengan daging. Campur dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Setelah tercampur bentuk menjadi bulatan kecil, celupkan dalam telur kemudian digoreng.
2. Daging giling
Dicampur dengan roti atau panir dan diberi bumbu seperti diatas kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil. Kemudian digoreng.
3. Tempe kedelai
Dikukus lalu dilunakkan atau dihaluskan ditambah dengan telur atau daging, diberi bumbu seperti diatas kemudian dilakukan seperti cara no 2.
Makanan pokok tidak harus nasi, yang penting bagaimana anak mengkonsumsi makanan berenergi dan berprotein disamping makanan bermineral.
Seorang anak yang sulit makan bisa dicoba dengan memberikan multivitamin dan mineral, mungkin saja ia kekurangan komponen enzim untuk metabolisme karbohidrat dan protein.
Jadwal makan
Bila makan dan minum dimulai dari jam 6, kurang lebih 2 jam kemudian diberi bubur saring atau bubur susu atau tim saring. Tiga jam kemudian diberi susu lagi, 2 jam kemudian diberi makanan padat, 3 jam kemudian diberi susu lagi, 2 jam kemudian diberi makanan padat, malam hari diberi susu lagi, buah bisa diberikan 1 jam setelah minum susu.
Pemberian susu jangan berdekatan denagn makan atau sebaliknya, makin muda usia anak maka kebutuhan energinya relatif makin tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.
Umur (tahun) Kkal/kg BB/hari untuk aktivitas sedang
0-1 110
1-3 100
4-6 90
7-9 80
10-12 70
13-15 60
Dewasa 30-40
Hal-hal yang membuat anak tidak nafsu makan :
1. Rasa makanan tidak cocok, tidak berselera.
2. Terlalau asyik dengan permainan.
3. Teralalu hiperaktif.
4. Kurang mendapat perhatian.
5. Ada masalah dengan giginya.
6. Ada masalah psikologis dengan temannya.
7. Cacingan.
8. Kekurangan vitamin.
9. Menderita suatu penyakit kronis.
MENU GIZI SEIMBANG
JUS JERUK
Bahan : jeruk, gula pasir.
Cara membuat :
1. Kupas jeruk, hilangkan biji dan serabut, sisihkan.
2. Masukkan gula pasir sesuai selera/secukupnya.
3. Campur jeruk dan gula pasir kedalam blender. Blender selama 5 menit.
4. Saring, masukkan kedalam gelas (bisa ditambah es batu).
5. Sajikan.
JUS TOMAT
Bahan : tomat, gula pasir.
Cara membuat :
1. Bersihkan tomat, potong menjadi 8 bagian.
2. Campur tomat dengan gula pasir secukupnya kedalam blender.
3. Blender selama 5 menit.
4. Masukkan kedalam gelas, sajikan.
PUDING
Bahan : agar-agar, gula pasir, susu cair, air 400 cc.
Cara membuat :
1. Campur agar-agar, susu dan gula pasir aduk rata, sisihkan.
2. Tambahkan air 400 cc kedalam adonan tadi.
3. Masak diatas api sedang, sambil diaduk perlahan-lahan sampai mendidih.
4. Tuangkan kedalam cetakan.
5. Biarkan sampai dingin dan mengeras, sajikan.
SATE BUAH
Bahan : melon, pepaya, nanas, tusuk sate.
Cara membuat :
1. Kupas semua buah, cuci dengan air matang.
2. Potong buah berbentuk dadu, sisihkan.
3. Tusukkan pada tusuk sate secara selang-seling.
4. Sajikan.
Gangguan Gizi
Gangguan Gizi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam Repelita VI, pemerintah dan masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%. Namun saat ini di Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berdampak juga pada status gizi balita, dan diasumsi kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan bertambah.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi KEP berat/gizi buruk secara terpadu ditiap jenjang administrasi, termasuk kesiapan sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan (BP), puskesmas pembantu, dan posyandu/PPG (Pusat Pemulihan Gizi).
Agar upaya penanggulangan KEP di puskesmas dan rumah tangga dapat mencapai sasaran yang diharapkan secara optimal diperlukan adanya Buku Pedoman sebagai acuan.
B. PENGERTIAN, KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS KURANG ENERGI PROTEIN
1. Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
2. Klasifikasi KEP
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
2.1.KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning
2.2.KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah (BGM).
2.3.KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
3. Gejala klinis Balita KEP berat/Gizi buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor.
a. Kwashiorkor
o Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
o Wajah membulat dan sembab
o Pandangan mata sayu
o Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
o Perubahan status mental, apatis, dan rewel
o Pembesaran hati
o Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
o Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
o Sering disertai : • penyakit infeksi, umumnya akut
· anemia
· diare.
2. Marasmus:
- Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)
o Perut cekung
o Iga gambang
- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare kronik atau konstipasi/susah buang air
3. Marasmik-Kwashiorkor:
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.
SEMUA PENDERITA KEP BERAT
UMUMNYA
DISERTAI DENGAN ANEMIA DAN DEFISIENSI MIKRONUTRIEN LAIN
3. PENEMUAN KASUS
Penemuan kasus balita KEP dapat dimulai dari :
1. Posyandu/Pusat Pemulihan Gizi
Pada penimbangan bulanan di posyandu dapat diketahui apakah anak balita berada pada daerah pita warna hijau, kuning, atau dibawah garis merah (BGM).
Bila hasil penimbangan BB balita dibandingkan dengan umur di KMS terletak pada pita kuning, dapat dilakukan perawatan di rumah , tetapi bila anak dikategorikan dalam KEP sedang-berat/BGM, harus segera dirujuk ke Puskesmas.
2. Puskesmas
Apabila ditemukan BB anak pada KMS berada di bawah garis merah (BGM) segera lakukan penimbangan ulang dan kaji secara teliti. Bila KEP Berat/Gizi buruk (BB < 60% Standard WHO-NCHS) lakukan pemeriksaan klinis dan bila tanpa penyakit penyerta dapat dilakukan rawat inap di puskesmas. Bila KEP berat/Gizi buruk dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke rumah sakit umum.
Semua balita yang datang ke Puskesmas harus ditentukan status gizinya
ANAK DENGAN TANDA-TANDA KLINIS
KEP BERAT/GIZI BURUK
(MARASMUS,KWASHIORKOR, MARASMIC KWASHIORKOR)
HARUS DI RAWAT INAP
BAB II
MEKANISME PELAYANAN GIZI
BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK
A. Tingkat Rumah Tangga
o Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya
o Ibu memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan
o Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun
o Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran pemberian makanan (lampiran 5)
o Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggauta keluarga lainnya
o Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan
o Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas
B. Tingkat Posyandu
- Kader melakukan penimbangan balita setiap bulan di posyandu serta mencatat hasil penimbangan pada KMS
o Kader memberikan nasehat pada orang tua balita untuk memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan dan tetap memberikan ASI sampai usia 2 tahun
o Kader memberikan penyuluhan pemberian MP-ASI sesuai dengan usia anak dan kondisi anak sesuai kartu nasehat ibu
o Kader menganjurkan makanan beraneka ragam untuk anggauta keluarga lainnya
o Bagi balita dengan berat badan tidak naik (“T”) diberikan penyuluhan gizi seimbang dan PMT Penyuluhan
o Kader memberikan PMT-Pemulihan bagi balita dengan berat badan tidak naik 3 kali (“3T”) dan berat badan di bawah garis merah (BGM)
o Kader merujuk balita ke puskesmas bila ditemukan gizi buruk dan penyakit penyerta lain
o Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan balita
3. Pusat pemulihan Gizi (PPG)
PPG merupakan suatu tempat pelayanan gizi kepada masyarakat yang ada di desa dan dapat dikembangkan dari posyandu. Pelayanan gizi di PPG difokuskan pada pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita KEP. Penanganan PPG dilakukan oleh kelompok orang tua balita (5-9 balita) yang dibantu oleh kader untuk menyelenggarakan PMT Pemulihan anak balita.
Layanan yang dapat diberikan adalah :
o Balita KEP berat/gizi buruk yang tidak menderita penyakit penyerta lain dapat dilayani di PPG
o Kader memberikan penyuluhan gizi /kesehatan serta melakukan demonstrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP berat/gizi buruk
o Kader menimbang berat badan anak setiap 2 minggu sekali untuk memantau perubahan berat badan dan mencatat keadaan kesehatannya
o Bila anak berat badan nya tidak naik atau tetap maka berikan penyuluhan gizi seimbang untuk dilaksanakan di rumah
o Bila anak sakit dianjurkan untuk memeriksakan anaknya ke puskesmas
o Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning atau di bawah garis merah (BGM) pada KMS, kader memberikan PMT Pemulihan
o Makanan tambahan diberikan dalam bentuk makanan jadi dan diberikan setiap hari.
o Bila makanan tidak memungkinkan untuk dimakan bersama, makanan tersebut diberikan satu hari dalam bentuk matang selebihnya diberikan dalam bentuk bahan makanan mentah
o Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning pada KMS teruskan pemberian PMT pemulihan sampai 90 hari
o Apabila setelah 90 hari, berat badan anak belum berada di pita warna hijau pada KMS kader merujuk anak ke puskesmas untuk mencari kemungkinan penyebab lain
o Apabila berat badan anak berada di pita warna hijau pada KMS, kader menganjurkan pada ibu untuk mengikuti pelayanan di posyandu setiap bulan dan tetap melaksanakan anjuran gizi dan kesehatan yang telah diberikan
o Ibu memperoleh penyuluhan gizi/kesehatan serta demontrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP
o Kader menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat yang diberikan tentang gizi dan kesehatan
o Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan dan gizi anak
4. Puskesmas
o Puskesmas menerima rujukan KEP Berat/Gizi buruk dari posyandu dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit
o Menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
o Apabila ternyata berat badan anak berada di bawah garis merah (BGM) dianjurkan kembali ke PPG/posyandu untuk mendapatkan PMT pemulihan
o Apabila anak dengan KEP berat/gizi buruk (BB < 60% Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS) tanpa disertai komplikasi, anak dapat dirawat jalan di puskesmas sampai berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu dan mendapat PMT-P dari PPG
o Apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak naik, lakukan pemeriksaan untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan kemungkinan penyakit penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari penyebab lain
o Anak KEP berat/Gizi Buruk dengan komplikasi serta ada tanda-tanda kegawatdaruratan segera dirujuk ke rumah sakit umum
o Tindakan yang dapat dilakukan di puskesmas pada anak KEP berat/ gizi buruk tanpa komplikasi
o Memberikan penyuluhan gizi dan konseling diet KEP berat/Gizi buruk (dilakukan di pojok gizi)
o Melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1 kali per minggu
o Melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk setiap dua minggu sekali
o Melakukan peragaan cara menyiapkan makanan untuk KEP berat/Gizi buruk
o Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang perkembangan berat badan dan kemajuan asupan makanan
o Untuk keperluan data pemantauan gizi buruk di lapangan, posyandu, dan puskesmas diperlukan laporan segera jumlah balita KEP berat/gizi buruk ke Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam 24 jam dengan menggunakan formulir W1 dan laporan mingguan dengan menggunakan formulir W2 (lampiran 2)
o Apabila berat badan anak mulai naik, anak dapat dipulangkan dan dirujuk ke posyandu/PPG serta dianjurkan untuk pemantauan kesehatan setiap bulan sekali
o Petugas kesehatan memberikan bimbingan terhadap kader untuk melakukan pemantauan keadaan balita pada saat kunjungan rumah
BAB III
TATA LAKSANA
PELAYANAN KEP BERAT/GIZI BURUK
DI PUSKESMAS
A. PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK
Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase.
Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI BURUK
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten.
2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.
Tidak dibenarkan
penghangatan anak dengan menggunakan
botol berisi air panas
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah :
· Ada riwayat diare sebelumnya
· Anak sangat kehausan
· Mata cekung
· Nadi lemah
· Tangan dan kaki teraba dingin
· Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
o Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4).
o Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
KEP BERAT/GIZI BURUK YANG DIRUJUK KE RSU HARUS DILAKUKAN TINDAKAN PRA RUJUKAN UNTUK
MENGATASI HIPOGLIKEMI, HIPOTERMIA, DAN DEHIDRASI
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :
o Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
o Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
JANGAN OBATI EDEMA DENGAN PEMBERIAN DIURETIKA
Berikan :
o Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
o Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak
Contoh bahan makanan sumber mineral
Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah,
telur ayam
Sumber Cuprum : daging, hati.
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat,
bayam, daging tanpa lemak.
5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
UMUR
ATAU
BERAT BADAN
KOTRIMOKSASOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
o Beri 2 kali sehari selama 5 hari
AMOKSISILIN
o Beri 3 kali sehari untuk 5 hari
Tablet dewasa
80 mg trimeto
prim + 400 mg sulfametok
sazol
Tablet Anak
20 mg trimeto
prim + 100 mg sulfametok
sazol
Sirup/5ml
40 mg trimeto
prim + 200 mg sulfametok
sazol
Sirup
125 mg
per 5 ml
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg)
¼
1
2,5 ml
2,5 ml
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 Kg)
½
2
5 ml
5 ml
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg)
1
3
7,5 ml
10 ml
Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan
Catatan :
o Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.
o Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit
BILA DIARE BERLANJUT ATAU MEMBURUK
ANAK SEGERA DIRUJUK KE RUMAH SAKIT
6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :
o Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
o Energi : 100 kkal/kg/hari
o Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
o Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
o Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
o Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
Keterangan :
o Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
o Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas )
o Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
o Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
o Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
o Jumlah yang diberikan dan sisanya
o Banyaknya muntah
o Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
o Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
o Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
o Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
o Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. frekwensi nafas
2. frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
* Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
* Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
* Protein 4-6 gram/kg bb/hari
* Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
* Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering
* Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
* Protein 4-6 g/kgbb/hari
* Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
* Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
* Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
* Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
o Baik bila kenaikan bb ³ 50 g/Kg bb/minggu.
o Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75 Ô FORMULA WHO 100 ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)
¯
MAKANAN KELUARGA
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
o Tambahan multivitamin lain
o Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
UMUR
DAN
BERAT BADAN
TABLET BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg + 0,25 mg Asam Folat
o Berikan 3 kali sehari
SIRUP BESI
Sulfas ferosus 150 ml
o Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan
(7 - < 10 Kg)
¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
o Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai berikut :
UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT (125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
o Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A
9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan :
o Kasih sayang
o Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
o Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
o Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
o Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)
10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan aktifitas bermain.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
o Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas
o Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
o pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
o penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
o Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
BAB IV
TATA LAKSANA DIET
PADA KEP BERAT/GIZI BURUK
A. Tingkat Rumah Tangga
1. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak sesuai dengan kebutuhan ( lihat lampiran 5)
2. Teruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun
B. Tingkat Posyandu /PPG
1. Anjurkan ibu memberikan makanan kepada anak di rumah sesuai usia anak, jenis makanan yang diberikan mengikuti anjuran makanan (lampiran 5)
2. Selain butir 1, maka dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu mendapat makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan komposisi gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu :
Energi 350 – 400 kalori
Protein 10 - 15 g
3. Bentuk makanan PMT-P
Makanan yang diberikan berupa :
1. Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan setempat/lokal.
2. bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya, tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk pauk lainnya
3. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang dibawa pulang
Contoh bahan makanan yang dibawa pulang :
Alternative Kebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari
I Beras 60 g Telur 1 butir atau kacang-kacangan 25 g gula 15 g
II Beras 70 g Ikan 30 g -
III Ubi/singkong 150 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g
V Tepung ubi 40 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g
4. Lama PMT-P
pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari)
5. Cara penyelenggaraan
1. Makanan kudapan diberikan setiap hari di Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau
2. Seminggu sekali kader melakukan demonstrasi pembuatan makanan pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan makanan tersebut kepada anak balita KEP, selanjutnya kader membagikan paket bahan makanan mentah untuk kebutuhan 6 hari.
3. Tingkat Puskesmas
Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal. Ada 4 (empat) kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu : pemberian diet, pemantauan, dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut.
9. Pemberian diet balita KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Melalui 3 fase yaitu : fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi
2. Kebutuhan energi mulai 100-200 kal/Kgbb/hari
3. Kebutuhan protein mulai 1-6 g/Kgbb/hari
4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral khusus, bila tidak tersedia diberikan bahan makanan sumber mineral tertentu (lihat hal 12)
5. Jumlah cairan 130-200 ml/kgbb/hari, bila ada edema dikurangi menjadi 100 ml/Kg bb/hari
6. Jumlah pemberian peroral atau lewat pipa nasogastrik
7. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering
8. Makanan fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa, dan rendah serat
9. Terus memberikan ASI
10. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat badan, yaitu : bb < 7 kg diberikan kembali makanan bayi dan bb > 7 Kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap
Tabel 1 :
KEBUTUHAN GIZI MENURUT FASE PEMBERIAN MAKAN
ZAT GIZI FASE
STABILISASI TRANSISI
REHABILITASI
Energi 100 Kkal/kgbb/hr 150 Kkal/kgbb/hr 150-200 Kkal/kgbb/hr
Protein 1-1,5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr
Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Asam Folat Idem Idem Idem
Zink Idem Idem Idem
Cuprum Idem Idem Idem
Fe Idem Idem Idem
Cairan 130 ml/Kgbb/hr atau
100 ml/kgbb/hr bila ada edema
150 ml/Kgbb/hr 150-200 ml/Kgbb/hr
Tabel 2
JADWAL, JENIS, DAN JUMLAH MAKANAN YANG DIBERIKAN
FASE
WAKTU PEMBERIAN
JENIS MAKANAN
FREKWENSI JUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP MINUM MENURUT BB ANAK
4 Kg 6 Kg 8 Kg 10 Kg
Stabilisasi Hari 1-2
Hari 3-4
Hari 5-7
F75/modifikasi/Modisco ½
F75/modifikasi/Modisco½
F75/Modifikasi/Modisco ½
12 x ( dg ASI )
12 x ( tanpa ASI)
8 x ( dg ASI)
8 x (tanpa ASI)
6 x (dg ASI)
6 x (Tanpa ASI)
45
45
65
65
90
90
65
65
100
100
130
130
-
90
-
130
-
175
-
110
-
160
-
220
Transisi Minggu 2-3
F100/modifi
kasi/Modisco I
Atau II
4 x ( dg ASI )
6 x ( tanpa ASI)
130
90
195
130
-
175
-
220
Rehabilita
Si
BB < 7 Kg
Minggu 3-6
F135/modifi
kasi/Modisco III, ditambah
Makanan lumat/makan
lembik
sari buah
3 x ( dg/tanpa ASI )
3 x 1 porsi
1 x
90
-
100
100
-
100
150
-
100
175
-
100
BB >7 Kg Makanan lunak/makan
An biasa
Buah
3 x 1 porsi
1 –2 x 1 buah
-
-
-
-
-
-
-
-
*) 200 ml = 1 gelas
Contoh :
Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi diperlukan :
Energi : 1200 Kkal
400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah
Tabel 3
FORMULA WHO
Bahan Per 100 ml
F 75
F 100 F 135
FORMULA WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahan air s/d Ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi Kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Lactosa g 13 42 48
Potasium Mmol 36 59 63
Sodium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4.3 7.3 8
Seng Mg 20 23 30
Copper Mg 2.5 2.5 3.4
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality Mosm/l 413 419 508
Tabel 4
MODIFIKASI FORMULA WHO
FASE STABILISASI
TRANSISI
REHABILITASI
Bahan Makanan F75 I F75 II F75
III
M½ F100 M1 MII F135 MIII
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -
Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -
Tempe (g) - - - - - - - 150 -
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -
Margarine (g) - - - - - - 50 - 50
Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -
Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1
*) M : Modisco
Keterangan :
1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.
Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung
2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau modifikasi
3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO 135 sampai makanan biasa
CARA MEMBUAT
1. Larutan Formula WHO75
Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit, diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum
Larutan modifikasi :
Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak. Tambahkan air sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit.
2. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100
Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75
Larutan modifikasi :
Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender, dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit. Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit.
3. Larutan elektrolit
Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :
KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g
Cu SO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)
Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO 75, Formula WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit tersebut bisa didapat dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari buah tomat (400 cc)/jeruk (500cc)/pisang (250g)/alpukat (175g)/melon (400g).
2. EVALUASI DAN PEMANTAUAN PEMBERIAN DIET
1. Timbang berat badan sekali seminggu, bila tidak naik kaji penyebabnya (asupan gizi tidak adequat, defisiensi zat gizi, infeksi, masalah psikologis).
2. Bila asupan zat gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.
3. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung,muntah) menunjukkan bahwa formula tidak sesuai dengan kondisi anak, maka gunakan formula rendah atau bebas lactosa dan hipoosmolar, misal: susu rendah laktosa, formula tempe yang ditambah tepung-tepungan.
4. Kejadian hipoglikemia : beri minum air gula atau makan setiap 2 jam
III.PENYULUHAN GIZI DI PUSKESMAS
1. Menggunakan leaflet khusus yang berisi jumlah, jenis, dan frekwensi pemberian bahan makanan
2. Selalu memberikan contoh menu (lampiran 6)
3. Mempromosikan ASI bila anak kurang dari 2 tahun
4. Memperhatikan riwayat gizi (lampiran 3 dan 4)
5. Mempertimbangkan sosial ekonomi keluarga
6. Memberikan demonstrasi dan praktek memasak makanan balita untuk ibu
IV.TINDAK LANJUT
1. Merencanakan kunjungan rumah
2. Merencanakan pemberdayaan keluarga
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam Repelita VI, pemerintah dan masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%. Namun saat ini di Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berdampak juga pada status gizi balita, dan diasumsi kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan bertambah.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi KEP berat/gizi buruk secara terpadu ditiap jenjang administrasi, termasuk kesiapan sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan (BP), puskesmas pembantu, dan posyandu/PPG (Pusat Pemulihan Gizi).
Agar upaya penanggulangan KEP di puskesmas dan rumah tangga dapat mencapai sasaran yang diharapkan secara optimal diperlukan adanya Buku Pedoman sebagai acuan.
B. PENGERTIAN, KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS KURANG ENERGI PROTEIN
1. Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
2. Klasifikasi KEP
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
2.1.KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning
2.2.KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah (BGM).
2.3.KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
3. Gejala klinis Balita KEP berat/Gizi buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor.
a. Kwashiorkor
o Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
o Wajah membulat dan sembab
o Pandangan mata sayu
o Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
o Perubahan status mental, apatis, dan rewel
o Pembesaran hati
o Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
o Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
o Sering disertai : • penyakit infeksi, umumnya akut
· anemia
· diare.
2. Marasmus:
- Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)
o Perut cekung
o Iga gambang
- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare kronik atau konstipasi/susah buang air
3. Marasmik-Kwashiorkor:
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.
SEMUA PENDERITA KEP BERAT
UMUMNYA
DISERTAI DENGAN ANEMIA DAN DEFISIENSI MIKRONUTRIEN LAIN
3. PENEMUAN KASUS
Penemuan kasus balita KEP dapat dimulai dari :
1. Posyandu/Pusat Pemulihan Gizi
Pada penimbangan bulanan di posyandu dapat diketahui apakah anak balita berada pada daerah pita warna hijau, kuning, atau dibawah garis merah (BGM).
Bila hasil penimbangan BB balita dibandingkan dengan umur di KMS terletak pada pita kuning, dapat dilakukan perawatan di rumah , tetapi bila anak dikategorikan dalam KEP sedang-berat/BGM, harus segera dirujuk ke Puskesmas.
2. Puskesmas
Apabila ditemukan BB anak pada KMS berada di bawah garis merah (BGM) segera lakukan penimbangan ulang dan kaji secara teliti. Bila KEP Berat/Gizi buruk (BB < 60% Standard WHO-NCHS) lakukan pemeriksaan klinis dan bila tanpa penyakit penyerta dapat dilakukan rawat inap di puskesmas. Bila KEP berat/Gizi buruk dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke rumah sakit umum.
Semua balita yang datang ke Puskesmas harus ditentukan status gizinya
ANAK DENGAN TANDA-TANDA KLINIS
KEP BERAT/GIZI BURUK
(MARASMUS,KWASHIORKOR, MARASMIC KWASHIORKOR)
HARUS DI RAWAT INAP
BAB II
MEKANISME PELAYANAN GIZI
BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK
A. Tingkat Rumah Tangga
o Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya
o Ibu memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan
o Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun
o Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran pemberian makanan (lampiran 5)
o Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggauta keluarga lainnya
o Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan
o Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas
B. Tingkat Posyandu
- Kader melakukan penimbangan balita setiap bulan di posyandu serta mencatat hasil penimbangan pada KMS
o Kader memberikan nasehat pada orang tua balita untuk memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan dan tetap memberikan ASI sampai usia 2 tahun
o Kader memberikan penyuluhan pemberian MP-ASI sesuai dengan usia anak dan kondisi anak sesuai kartu nasehat ibu
o Kader menganjurkan makanan beraneka ragam untuk anggauta keluarga lainnya
o Bagi balita dengan berat badan tidak naik (“T”) diberikan penyuluhan gizi seimbang dan PMT Penyuluhan
o Kader memberikan PMT-Pemulihan bagi balita dengan berat badan tidak naik 3 kali (“3T”) dan berat badan di bawah garis merah (BGM)
o Kader merujuk balita ke puskesmas bila ditemukan gizi buruk dan penyakit penyerta lain
o Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan balita
3. Pusat pemulihan Gizi (PPG)
PPG merupakan suatu tempat pelayanan gizi kepada masyarakat yang ada di desa dan dapat dikembangkan dari posyandu. Pelayanan gizi di PPG difokuskan pada pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita KEP. Penanganan PPG dilakukan oleh kelompok orang tua balita (5-9 balita) yang dibantu oleh kader untuk menyelenggarakan PMT Pemulihan anak balita.
Layanan yang dapat diberikan adalah :
o Balita KEP berat/gizi buruk yang tidak menderita penyakit penyerta lain dapat dilayani di PPG
o Kader memberikan penyuluhan gizi /kesehatan serta melakukan demonstrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP berat/gizi buruk
o Kader menimbang berat badan anak setiap 2 minggu sekali untuk memantau perubahan berat badan dan mencatat keadaan kesehatannya
o Bila anak berat badan nya tidak naik atau tetap maka berikan penyuluhan gizi seimbang untuk dilaksanakan di rumah
o Bila anak sakit dianjurkan untuk memeriksakan anaknya ke puskesmas
o Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning atau di bawah garis merah (BGM) pada KMS, kader memberikan PMT Pemulihan
o Makanan tambahan diberikan dalam bentuk makanan jadi dan diberikan setiap hari.
o Bila makanan tidak memungkinkan untuk dimakan bersama, makanan tersebut diberikan satu hari dalam bentuk matang selebihnya diberikan dalam bentuk bahan makanan mentah
o Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning pada KMS teruskan pemberian PMT pemulihan sampai 90 hari
o Apabila setelah 90 hari, berat badan anak belum berada di pita warna hijau pada KMS kader merujuk anak ke puskesmas untuk mencari kemungkinan penyebab lain
o Apabila berat badan anak berada di pita warna hijau pada KMS, kader menganjurkan pada ibu untuk mengikuti pelayanan di posyandu setiap bulan dan tetap melaksanakan anjuran gizi dan kesehatan yang telah diberikan
o Ibu memperoleh penyuluhan gizi/kesehatan serta demontrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP
o Kader menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat yang diberikan tentang gizi dan kesehatan
o Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan dan gizi anak
4. Puskesmas
o Puskesmas menerima rujukan KEP Berat/Gizi buruk dari posyandu dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit
o Menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
o Apabila ternyata berat badan anak berada di bawah garis merah (BGM) dianjurkan kembali ke PPG/posyandu untuk mendapatkan PMT pemulihan
o Apabila anak dengan KEP berat/gizi buruk (BB < 60% Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS) tanpa disertai komplikasi, anak dapat dirawat jalan di puskesmas sampai berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu dan mendapat PMT-P dari PPG
o Apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak naik, lakukan pemeriksaan untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan kemungkinan penyakit penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari penyebab lain
o Anak KEP berat/Gizi Buruk dengan komplikasi serta ada tanda-tanda kegawatdaruratan segera dirujuk ke rumah sakit umum
o Tindakan yang dapat dilakukan di puskesmas pada anak KEP berat/ gizi buruk tanpa komplikasi
o Memberikan penyuluhan gizi dan konseling diet KEP berat/Gizi buruk (dilakukan di pojok gizi)
o Melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1 kali per minggu
o Melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk setiap dua minggu sekali
o Melakukan peragaan cara menyiapkan makanan untuk KEP berat/Gizi buruk
o Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang perkembangan berat badan dan kemajuan asupan makanan
o Untuk keperluan data pemantauan gizi buruk di lapangan, posyandu, dan puskesmas diperlukan laporan segera jumlah balita KEP berat/gizi buruk ke Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam 24 jam dengan menggunakan formulir W1 dan laporan mingguan dengan menggunakan formulir W2 (lampiran 2)
o Apabila berat badan anak mulai naik, anak dapat dipulangkan dan dirujuk ke posyandu/PPG serta dianjurkan untuk pemantauan kesehatan setiap bulan sekali
o Petugas kesehatan memberikan bimbingan terhadap kader untuk melakukan pemantauan keadaan balita pada saat kunjungan rumah
BAB III
TATA LAKSANA
PELAYANAN KEP BERAT/GIZI BURUK
DI PUSKESMAS
A. PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK
Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase.
Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI BURUK
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten.
2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.
Tidak dibenarkan
penghangatan anak dengan menggunakan
botol berisi air panas
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah :
· Ada riwayat diare sebelumnya
· Anak sangat kehausan
· Mata cekung
· Nadi lemah
· Tangan dan kaki teraba dingin
· Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
o Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4).
o Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
KEP BERAT/GIZI BURUK YANG DIRUJUK KE RSU HARUS DILAKUKAN TINDAKAN PRA RUJUKAN UNTUK
MENGATASI HIPOGLIKEMI, HIPOTERMIA, DAN DEHIDRASI
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :
o Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
o Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
JANGAN OBATI EDEMA DENGAN PEMBERIAN DIURETIKA
Berikan :
o Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
o Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak
Contoh bahan makanan sumber mineral
Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah,
telur ayam
Sumber Cuprum : daging, hati.
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat,
bayam, daging tanpa lemak.
5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
UMUR
ATAU
BERAT BADAN
KOTRIMOKSASOL
(Trimetoprim + Sulfametoksazol)
o Beri 2 kali sehari selama 5 hari
AMOKSISILIN
o Beri 3 kali sehari untuk 5 hari
Tablet dewasa
80 mg trimeto
prim + 400 mg sulfametok
sazol
Tablet Anak
20 mg trimeto
prim + 100 mg sulfametok
sazol
Sirup/5ml
40 mg trimeto
prim + 200 mg sulfametok
sazol
Sirup
125 mg
per 5 ml
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg)
¼
1
2,5 ml
2,5 ml
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 Kg)
½
2
5 ml
5 ml
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg)
1
3
7,5 ml
10 ml
Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan
Catatan :
o Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.
o Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit
BILA DIARE BERLANJUT ATAU MEMBURUK
ANAK SEGERA DIRUJUK KE RUMAH SAKIT
6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :
o Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
o Energi : 100 kkal/kg/hari
o Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
o Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
o Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
o Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
Keterangan :
o Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
o Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas )
o Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
o Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
o Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
o Jumlah yang diberikan dan sisanya
o Banyaknya muntah
o Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
o Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
o Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
o Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
o Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. frekwensi nafas
2. frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
* Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
* Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
* Protein 4-6 gram/kg bb/hari
* Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
* Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering
* Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
* Protein 4-6 g/kgbb/hari
* Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
* Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
* Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
* Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
o Baik bila kenaikan bb ³ 50 g/Kg bb/minggu.
o Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75 Ô FORMULA WHO 100 ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)
¯
MAKANAN KELUARGA
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
o Tambahan multivitamin lain
o Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
UMUR
DAN
BERAT BADAN
TABLET BESI/FOLAT
Sulfas ferosus 200 mg + 0,25 mg Asam Folat
o Berikan 3 kali sehari
SIRUP BESI
Sulfas ferosus 150 ml
o Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan
(7 - < 10 Kg)
¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
12 bulan sampai 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
o Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai berikut :
UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT (125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet
o Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis
Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -
Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A
9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan :
o Kasih sayang
o Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
o Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
o Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
o Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)
10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan aktifitas bermain.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
o Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas
o Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
o pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
o penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
o Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
BAB IV
TATA LAKSANA DIET
PADA KEP BERAT/GIZI BURUK
A. Tingkat Rumah Tangga
1. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak sesuai dengan kebutuhan ( lihat lampiran 5)
2. Teruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun
B. Tingkat Posyandu /PPG
1. Anjurkan ibu memberikan makanan kepada anak di rumah sesuai usia anak, jenis makanan yang diberikan mengikuti anjuran makanan (lampiran 5)
2. Selain butir 1, maka dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu mendapat makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan komposisi gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu :
Energi 350 – 400 kalori
Protein 10 - 15 g
3. Bentuk makanan PMT-P
Makanan yang diberikan berupa :
1. Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan setempat/lokal.
2. bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya, tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk pauk lainnya
3. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang dibawa pulang
Contoh bahan makanan yang dibawa pulang :
Alternative Kebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari
I Beras 60 g Telur 1 butir atau kacang-kacangan 25 g gula 15 g
II Beras 70 g Ikan 30 g -
III Ubi/singkong 150 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g
V Tepung ubi 40 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g
4. Lama PMT-P
pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari)
5. Cara penyelenggaraan
1. Makanan kudapan diberikan setiap hari di Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau
2. Seminggu sekali kader melakukan demonstrasi pembuatan makanan pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan makanan tersebut kepada anak balita KEP, selanjutnya kader membagikan paket bahan makanan mentah untuk kebutuhan 6 hari.
3. Tingkat Puskesmas
Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal. Ada 4 (empat) kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu : pemberian diet, pemantauan, dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut.
9. Pemberian diet balita KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Melalui 3 fase yaitu : fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi
2. Kebutuhan energi mulai 100-200 kal/Kgbb/hari
3. Kebutuhan protein mulai 1-6 g/Kgbb/hari
4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral khusus, bila tidak tersedia diberikan bahan makanan sumber mineral tertentu (lihat hal 12)
5. Jumlah cairan 130-200 ml/kgbb/hari, bila ada edema dikurangi menjadi 100 ml/Kg bb/hari
6. Jumlah pemberian peroral atau lewat pipa nasogastrik
7. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering
8. Makanan fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa, dan rendah serat
9. Terus memberikan ASI
10. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat badan, yaitu : bb < 7 kg diberikan kembali makanan bayi dan bb > 7 Kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap
Tabel 1 :
KEBUTUHAN GIZI MENURUT FASE PEMBERIAN MAKAN
ZAT GIZI FASE
STABILISASI TRANSISI
REHABILITASI
Energi 100 Kkal/kgbb/hr 150 Kkal/kgbb/hr 150-200 Kkal/kgbb/hr
Protein 1-1,5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr
Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Asam Folat Idem Idem Idem
Zink Idem Idem Idem
Cuprum Idem Idem Idem
Fe Idem Idem Idem
Cairan 130 ml/Kgbb/hr atau
100 ml/kgbb/hr bila ada edema
150 ml/Kgbb/hr 150-200 ml/Kgbb/hr
Tabel 2
JADWAL, JENIS, DAN JUMLAH MAKANAN YANG DIBERIKAN
FASE
WAKTU PEMBERIAN
JENIS MAKANAN
FREKWENSI JUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP MINUM MENURUT BB ANAK
4 Kg 6 Kg 8 Kg 10 Kg
Stabilisasi Hari 1-2
Hari 3-4
Hari 5-7
F75/modifikasi/Modisco ½
F75/modifikasi/Modisco½
F75/Modifikasi/Modisco ½
12 x ( dg ASI )
12 x ( tanpa ASI)
8 x ( dg ASI)
8 x (tanpa ASI)
6 x (dg ASI)
6 x (Tanpa ASI)
45
45
65
65
90
90
65
65
100
100
130
130
-
90
-
130
-
175
-
110
-
160
-
220
Transisi Minggu 2-3
F100/modifi
kasi/Modisco I
Atau II
4 x ( dg ASI )
6 x ( tanpa ASI)
130
90
195
130
-
175
-
220
Rehabilita
Si
BB < 7 Kg
Minggu 3-6
F135/modifi
kasi/Modisco III, ditambah
Makanan lumat/makan
lembik
sari buah
3 x ( dg/tanpa ASI )
3 x 1 porsi
1 x
90
-
100
100
-
100
150
-
100
175
-
100
BB >7 Kg Makanan lunak/makan
An biasa
Buah
3 x 1 porsi
1 –2 x 1 buah
-
-
-
-
-
-
-
-
*) 200 ml = 1 gelas
Contoh :
Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi diperlukan :
Energi : 1200 Kkal
400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah
Tabel 3
FORMULA WHO
Bahan Per 100 ml
F 75
F 100 F 135
FORMULA WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahan air s/d Ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi Kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Lactosa g 13 42 48
Potasium Mmol 36 59 63
Sodium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4.3 7.3 8
Seng Mg 20 23 30
Copper Mg 2.5 2.5 3.4
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality Mosm/l 413 419 508
Tabel 4
MODIFIKASI FORMULA WHO
FASE STABILISASI
TRANSISI
REHABILITASI
Bahan Makanan F75 I F75 II F75
III
M½ F100 M1 MII F135 MIII
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -
Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -
Tempe (g) - - - - - - - 150 -
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -
Margarine (g) - - - - - - 50 - 50
Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -
Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1
*) M : Modisco
Keterangan :
1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.
Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung
2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau modifikasi
3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO 135 sampai makanan biasa
CARA MEMBUAT
1. Larutan Formula WHO75
Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit, diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum
Larutan modifikasi :
Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak. Tambahkan air sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit.
2. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100
Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75
Larutan modifikasi :
Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender, dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit. Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit.
3. Larutan elektrolit
Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :
KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g
Cu SO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)
Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO 75, Formula WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit tersebut bisa didapat dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari buah tomat (400 cc)/jeruk (500cc)/pisang (250g)/alpukat (175g)/melon (400g).
2. EVALUASI DAN PEMANTAUAN PEMBERIAN DIET
1. Timbang berat badan sekali seminggu, bila tidak naik kaji penyebabnya (asupan gizi tidak adequat, defisiensi zat gizi, infeksi, masalah psikologis).
2. Bila asupan zat gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.
3. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung,muntah) menunjukkan bahwa formula tidak sesuai dengan kondisi anak, maka gunakan formula rendah atau bebas lactosa dan hipoosmolar, misal: susu rendah laktosa, formula tempe yang ditambah tepung-tepungan.
4. Kejadian hipoglikemia : beri minum air gula atau makan setiap 2 jam
III.PENYULUHAN GIZI DI PUSKESMAS
1. Menggunakan leaflet khusus yang berisi jumlah, jenis, dan frekwensi pemberian bahan makanan
2. Selalu memberikan contoh menu (lampiran 6)
3. Mempromosikan ASI bila anak kurang dari 2 tahun
4. Memperhatikan riwayat gizi (lampiran 3 dan 4)
5. Mempertimbangkan sosial ekonomi keluarga
6. Memberikan demonstrasi dan praktek memasak makanan balita untuk ibu
IV.TINDAK LANJUT
1. Merencanakan kunjungan rumah
2. Merencanakan pemberdayaan keluarga
Langganan:
Komentar (Atom)
1 komentar: